Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan
dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan
lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara menambahkan zat aditif
kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet
adalah zatzat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar
makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau
melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur.
Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat
dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun,
atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual
di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal
yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat
dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan, Seperti halnya zat pewarna dan
pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet
buatan.
a. Zat pengawet alami berasal dari
alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk mengawetkan buah-buahan
(manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan.
b. Zat pengawet sintetik atau buatan
merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat
dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat
dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat,
asam sitrat, dan asam tartrat juga
biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut, ada juga zat
pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk
menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan
pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk
dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan
makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di
antaranya formalin yang biasa dipakai
untuk mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati.
Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan
asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Selain formalin, ada juga pengawet yang
tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud
adalah pengawet boraks. Pengawet ini bersifat desinfektan atau efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat memperbaiki
tekstur makanan sehingga lebih kenyal. Boraks hanya boleh dipergunakan untuk
industri nonpangan, seperti dalam pembuatan gelas, industri kertas, pengawet
kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan
sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya:
a. gangguan pada sistem saraf, ginjal,
hati, dan kulit;
b. gejala pendarahan di lambung dan
gangguan stimulasi saraf pusat;
c. terjadinya komplikasi pada otak dan
hati; dan
d. menyebabkan kematian jika ginjal
mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
tersedia zat pengawet sintetik yang
digunakan sebagai zat aditif makanan, di negara maju banyak orang enggan
mengonsumsi makanan yang memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong
perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan
zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau
pemanasan pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan
dapat disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
Advertisement
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar