JAGUNG DAN UBI KAYU SEBAGAI POTENSI SUMBER BAHAN PAKAN

Diposting oleh Ilmu Alam Bercak on Selasa, 09 Oktober 2018

POTENSI DAN SUMBER BAHAN PAKAN

Komponen-komponen utama bahan pakan sebenarnya dapat dipenuhi dengan memanfaatkan potensi lokal, karena potensi bahan pakan lokal mempunyai prospek ketersediaan yang tinggi dengan harga relatif murah, namun komposisi zat makanan yang dikandungnya dapat bersaing dengan bahan yang konvensional. Pemanfaatan bahan pakan lokal yang berbasis limbah dan implementasi konsep zero-waste, akan memberi dampak yang ramah lingkungan.

Limbah pertanian, perkebunan, agro-industri, limbah pabrik, sisa hasil pemotongan hewan, dan sisa restoran dapat diolah menjadi bahan pakan. Limbah tersebut diantaranya: pucuk tebu, jerami kedelai, batang dan tongkol jagung, kulit singkong, kulit kopi, ampas tebu, dedak padi, bungkil sawit, ampas tahu, ampas tempe (Muhardini, 2006 dalam Mariyono dkk, 2007).  Ironisnya, dengan pertimbangan untuk memperoleh devisa jangka pendek, beberapa limbah yang ada di dalam negeri dan cukup surplus, seperti pucuk tebu (wafer), bungkil inti sawit, onggok atau gaplek, dan  tongkol jagung atau silase jagung sudah dilakukan ekspor, disamping itu juga banyak yang terbuang, seperti bahan pakan sumber serta yang dibakar bahkan menjadi  masalah dalam usaha tani dan  agroindustri, seperti jerami padi dan limbah sawit. Potensi pakan ini harus dimanfaatkan sebagai basis  pengembangan ternak, baik melalui suatu inovasi teknologi, strategi pengembangan, atau kebijakan yang lebih berpihak dalam menguatkan industri peternakan yang tangguh berbasis sumber daya lokal.

Banyak daerah di Indonesia yang mempunyai bahan pakan sumber energi dan sumber protein (hewani dan nabati). Potensi bahan pakan sumber energi selain jagung antara lain ubi kayu dan hasil sampingnya, sagu, serta bungkil.  Bahan pakan sumber protein yang berpotensi dioptimalkan pemakaiannya adalah bungkil kacang koro yang banyak tersebar dalam jumlah besar sebagai alternatif pengganti  bungkil kedele, bungkil kelapa, dan bungkil inti sawit.

Gambaran potensi bahan-bahan pakan lokal yang dapat dioptimalkan adalah sebagai berikut :

1. Jagung

Sejak Indonesia berhasil menjadi negara swasembada jagung tahun 2008 dengan jumlah produksi 16,3 juta ton, peluang untuk kebutuhan dalam negeri bahkan ekspor akan semakin terbuka pada tahun 2009 ini. Diperkirakan produksi jagung dalam negeri tahun 2009 ini mencapai 17,1 juta ton. Artinya, potensi ekspor bisa mencapai 1,1 juta ton dari kebutuhan jagung nasional yang hanya 16,3 juta ton (Dewan Jagung Indonesia, 2009).

Membaiknya produksi jagung dalam negeri tersebut salah satunya karena didukung  oleh bibit jagung jenis hibrida yang penyebarannya sudah mencapai 45 persen dari total areal perkebunan jagung dalam negeri. Produksi jagung pada 2014 ditaksir mencapai 32 s/d 34 juta ton atau naik sekitar 80 persen dari produksi tahun 2008. Jika produksi tersebut tercapai, potensi ekspor jagung pada tahun 2014, bisa mencapai 50 persen dari kebutuhan jagung dalam negeri yakni 16,3 juta ton.
Jagung
Kalau produksi jagung di Indonesia sudah dicapai dua kali lipat dari kebutuhan dalam negeri maka potensi ekspor jagung bisa mencapai 50 persen sehingga negara Indonesia sudah mampu mengisi sebagian dari perjagungan dunia.  Produksi jagung dunia sebanyak 612,5 juta ton.  Amerika Serikat masih menguasai produksi yakni mencapai 256,9 juta ton menyusul China yakni 114 juta ton (Dewan Jagung Indonesia, 2009).  Perbedaan produksi negara-negara produsen jagung tersebut salah satu keunggulan karena produksi mereka sudah mencapai 8 ton per hektar.  Sementara Indonesia masih sangat rendah yakni 3,7 ton per hektar.

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan (sumber karbohidrat utama) dunia yang terpenting, selain gandum dan padi, juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan (termasuk hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bijinya), dibuat tepung (dari butir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri pakan berasal dari tepung biji dan tepung tongkolnya. Tongkol jagung kaya akan senyawa pentosa, banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang banyak ditanam dan dimanfaatkan sebagai penghasil bahan farmasi.

Selain sebagai bahan pangan dan bahan baku pakan, jagung banyak dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Selain itu, saripati jagung dapat juga diubah menjadi polimer sebagai bahan campuran pengganti fungsi utama plastik. Ada bebetapa perusahaan di Jepang yang telah mencampurkan polimer jagung dan plastik menjadi bahan baku casing komputer yang siap dipasarkan.

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Pertumbuhan paruh pertama tanaman jagung dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi, umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m bahkan ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman jagung biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan.
Produsen jagung terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%; Mexico 3,16%; Brazil 6,45%; India 2,34%; negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92%, Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44% dan Canada 1,34%,  dan negara-negara lainnya 14,34%. Total produksi jagung diseluruh dunia pada tahun 2008/2009 adalah sebesar 791,3 juta MT. Provinsi penghasil jagung di Indonesia : Jawa Timur : 5 juta ton; Jawa Tengah : 3,3 juta ton; Lampung : 2 juta ton; Sulawesi Selatan: 1,3 juta ton; Sumatera Utara : 1,2 juta ton; Jawa Barat : 700 – 800 ribu ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 juta ton per tahun.

Biji/bulir jagung kaya akan karbohidrat, yang sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat jagung bisa mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran senyawa amilosa dan amilopektin.Pada jJagung manis diketahui mengandung amilopektin yang cenderung lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.  Kandungan gizi pada buah Jagung per 100 gram bahan adalah : protein  9,2 gr, kalori  355 Kalori, lemak  3,9 gr, karbohidrat  73,7 gr, kalsium  10 mg, fosfor  256 mg, ferrum  2,4 mg, vitamin A  510 SI, vitamin B1 0,38 mg, air  12 gr, dan bagian yang dapat dimakan 90 %.

2. Ubi Kayu         

        Indonesia termasuk negara penghasil ubi kayu terbesar ke tiga di dunia (13.300.000 ton), setelah negara Brazil (25.554.000 ton), dan Thailand (13.500.000 ton), disusul negara-negara, seperti India (6.500.000 ton) dan Nigeria (11.000.000 ton), dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007).

Ubi kayu
Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh propinsi utama penghasil singkong yaitu  Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan Maluku,  dan Yogyakarta yang menyumbang sebesar sekitar 89,47 % dari total produksi nasional, sedangkan dari untuk propinsi lainnya sekitar 11-12 % (Agrica, 2007).

Ubi kayu yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau singkong, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika  yang berasal dari Amerika tropis.  Nama lain singkong  dikenal dengan berbagai nama,seperti ubi kayee, kasapean, tela pohong, tela belada, lame kayu, pangala, dan sampeu. Singkong merupakan tanaman yang mudah hidup hampir di semua jenis tanah, tahan terhadap hama penyakit, mudah dikembangbiakkan (stek batang)  dan relatip cepat panen (umur 8 bulan). Singkong merupakan bahan pangan utama setelah padi dan jagung sehingga ketersediaannya  cukup terjamin.

Salah satu produk dari singkong yang paling  terkenal adalah Gaplek (dried cassava chips), yaitu singkong segar yang dikupas, dipotong kecil-kecil, dicuci, dicacah dan dikeringkan atau dijemur, untuk selanjutnya dapat diproses lagi menjadi beberapa produk turunan. Selain itu ada Pelet, yang dibuat dari umbi singkong kering yang digiling dan dibentuk menjadi bentuk silinder dengan panjang sekitar 2–3 cm dan diameter sekitar 4–8 mm. Dibandingkan dengan gaplek, pelet memiliki beberapa kelebihan yaitu  kualitas lebih seragam, mudah disimpan. Limbah  yang dihasilkan dari pengolahan singkong juga cukup beragam, seperti : bonggol umbi (sisa pembuatan tape), kulit dan onggok (limbah industri tapioka), dan daun singkong.

Di Indonesia, limbah berbentuk onggok banyak digunakan sebagai bahan pakan sapi potong, karena dianggap penggunaan limbah onggok dapat menekan biaya produksi. Namun seiring dengan berkembangnya waktu, permintaan onggok sebagai pakan semakin meningkat, akibatnya  harga onggok terus melambung. Nilai nutrien singkong tidak terlalu tinggi, namun cukup baik sebagai pakan ternak sapi karena merupakan bahan pakan sumber karbohidrat mudah larut dan diserap oleh  tubuh. Melalui fermentasi nilai nutrien singkong dapat ditingkatkan.

Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan yang mengandung tepung singkong afkir sebesar 50 dan 60% pada sapi jantan lepas sapih mampu menghasilkan PBB sebesar 0,76 dan 0,81 kg/ ekor/hari. Pakan diberikan sebanyak 3,5 % berat badan (BB) berdasarkan bahan kering (BK) dengan imbangan 20% jerami kering dan 80% pakan penguat, sedangkan bahan pakan yang lain adalah dedak padi, bungkil kopra, bungkil inti sawit, dan mineral.  Hasil analisis ekonomi menujukkan bahwa penggunaan singkong afkir sebesar 50% dalam pakan penguat mempunyai nilai RC ratio 1,83 sedangkan pada pemberian singkong afkir sebesar 60% mempunyai nilai RC ratio yang lebih tinggi yakni sebesar 2,20.

Pada sapi betina, pakan diberikan untuk mencapai target PBB sebesar 0,5 kg/ekor/hari, agar dapat mencapai bobot badan 225 kg pada umur pubertas (<18 bulan). Pemberian pakan dengan kandungan singkong afkir 50% ternyata dapat menghasilkan PBB sebesar 0,54 kg/ekor/hari. Hasil  analisis ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan singkong afkir sebesar 60% mempunyai RC ratio 1,40. Nilai ini lebih tinggi dari penggunaan singkong afkir sebesar 50% dengan RC ratio sebesar 1,02. Namun, pemberian singkong afkir 60%, justru memperoleh tingkat PBB yang lebih rendah.

Sumber : Diambil dari berbagai literatur
Advertisement

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar