Kesabaran Seorang Ulama
Kesabaran Seorang Ulama |
Diceritakan dalam kitab Mu'jamul Udaba' karya Yaqut al Hamawi, bahwa Abu Bakar Al Mubarok bin Al Mubarok bin Abil Azhar Adh Dhoriir (W 612 H) seorang ulama ahli nahwu yang digelari Al Wajiih. Beliau dikenal seorang yang indah ahlak dan perilakunya, lapang dada, penyabar dan tidak pemarah. Sehingga ada sebagian orang-orang jahil yang berniat mengujinya dengan memancing kemarahannya.
Maka datanglah orang ini menemui Al Wajiih, kemudian bertanya kepadanya tentang satu masalah dalam ilmu nahwu. Syaikh Al Wajiih menjawab dengan sebaik-baik jawaban dan menunjukan kepadanya jawaban yang benar.
Lantas orang itu berkata kepadanya: “Engkau salah".
Syaikh kembali mengulangi jawabannya dengan bahasa yang lebih halus dan mudah dicerna dari jawaban pertama, serta ia jelaskan inti sebenarnya.
Orang itu kembali berkata:
“Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”.
“Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”.
Syaikh berkata dengan lembut kepada orang itu:
“Anakku, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.
“Anakku, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.
Orang itu menjawab:
“Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”.
“Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”.
Maka syaikh Al Wajiih berkata seraya tersenyum:
“Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.
“Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.
Anakku, konon ada seekor burung duduk di atas punggung gajah, ketika dia hendak terbang ia berkata kepada gajah, “Berpeganglah kepadaku, aku akan terbang!”. Gajah berkata kepadanya:
“Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”.
“Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”.
Demi Allah hai anakku! Engkau tidak pandai bertanya tidak pula paham jawaban, bagaimana aku akan marah kepadamu?!”.
Jombang, 13 April 2019
Oleh KH M Afifudin Dimyathi
Advertisement
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar