TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.26 BAB WUDHU Ke -1

Diposting oleh Ilmu Alam Bercak on Sabtu, 01 Oktober 2022

TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.26
===================

*BAB WUDHU* Ke -1 

*(فَصْلٌ فِي الْوُضُوْءِ)* وَهُوَ مَعْقُوْلُ الْمَعْنٰى وَفُرِضَ مَعَ الصَّلَاةِ عَلَى الْأَوْجَهِ قَبْلَ الْهِجْرَةِ بِسَنَةٍ
*(Fasal tentang wudhu)*. Dan wudhu adalah sesuatu yang logis maknanya. Dan wudhu difardhukan bersamaan [dengan diwajibkannya] sholat menurut pendapat _*Al-Aujah*_ [pendapat yang paling kuat] *↱¹* satu tahun sebelum Hijrah.

وَهُوَ مِنْ خَصَائِصِ هٰذِهِ الْأُمَّةِ بِالنِّسْبَةِ لِبَقِيَّةِ الْأُمَمِ لَا لِأَنْبِيَائِهِمْ
Dan wudhu termasuk dari keistimewaan-keistimewaan ummat ini [ummat Nabi Muhammad ﷺ] dikaitkan dengan ummat-ummat yang lainnya, tidak [dibandingkan] dengan para Nabi mereka.

وَمُوْجِبُهُ الْحَدَثُ وَإِرَادَةُ فِعْلِ مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ وَكَذَا يُقَالُ فِي الْغُسْلِ
Dan perkara yang mewajibkan wudhu adalah hadats dan hendak mengerjakan perkara yang tergantung atas wudhu. Dan begitu juga dikatakan hal ini [hendak mengerjakan perkara yang tergantung atasnya] dalam [perkara yang mewajibkan] mandi.

*(وَفُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةٌ)* اَلْأَوَّلُ النِّيَّةُ لِمَا صَحَّ مِنْ قَوْلِهِ ﷺ *إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ* أَيْ إِنَّمَا صِحَّتُهَا بِالنِّيَّةِ
*(Fardhu-fardhu wudhu ada enam)* Yang pertama adalah niat, berdasarkan keterangan yang shohih, dari sabda Rosululloh ﷺ : _*“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu [bergantung] kepada niat”*_. Yakni sesungguhnya keabsahan amal-amal perbuatan itu [bergantung] kepada niat.

فَتَجِبُ إِمَّا *(نِيَّةُ رَفْعِ حَدَثٍ)* أَيْ رَفْعِ حُكْمِهِ وَإِنْ نَوٰى بَعْضَ أَحْدَاثِهِ كَأَنْ نَامَ وَبَالَ فَنَوٰى رَفْعِ حَدَثِ النَّوْمِ لَا الْبَوْلِ لِأَنَّ الْحَدَثَ لَا يَتَجَزَّأُ فَإِذَا ارْتَفَعَ بَعْضُهُ اِرْتَفَعَ كُلُّهُ
Maka niat diwajibkan adakalanya *(niat mengangkat hadats)*, yakni mengangkat hukum hadats, meskipun seseorang berniat [mengangkat] sebagian hadats-hadats-nya, seperti tidur dan kencing, lalu ia berniat mengangkat hadats tidurnya, bukan kencingnya, karena bahwa hadats itu tidak bisa terbagi-bagi. Maka apabila terangkat sebagiannya, terangkat pula seluruhnya.

وَكَذَا لَوْ نَوٰى غَيْرَ رَفْعِ حَدَثِهِ كَأَنْ نَامَ فَنَوٰى رَفْعَ حَدَثِ الْبَوْلِ لٰكِنْ بِشَرْطِ أَنْ يَكُوْنَ غَالِطًا وَإِلَّا كَانَ مُتَلَاعِبًا
Dan begitu juga [sah niatnya] jikalau ia berniat tidak mengangkat hadats-nya, seperti ia telah tidur, lalu ia berniat mengangkat hadats kencingnya, akan tetapi dengan syarat ia adalah orang yang keliru [dalam niat]. Dan jika tidak demikian, maka ia adalah orang yang mempermainkan [niat].

*(أَوْ)* نِيَّةُ *(الطَّهَارَةِ لِلصَّلَاةِ)* أَوْ نَحْوِهَا أَوِ الطَّهَارَةِ عَنِ الْحَدَثِ وَلَا يَكْفِيْ فِيْهِ نِيَّةُ الطَّهَارَةِ فَقَطْ وَلَا الطَّهَارَةِ الْوَاجِبَةِ عَلَى الْأَوْجَهِ
*(atau)* niat *(bersuci untuk sholat)* atau semacamnya, atau [niat] bersuci dari hadats. Dan tidak mencukupi [tidak sah] di dalam berwudhu, niat bersuci saja. Dan tidak [mencukupi pula niat] bersuci yang wajib, menurut pendapat _*Al-Aujah*_. *↱¹*

*(أَوْ)* نِيَّةُ *(نَحْوِ ذٰلِكَ)* كَنِيَّةِ أَدَاءِ الْوُضُوْءِ أَوْ فَرْضِهِ أَوِ الْوُضُوْءِ
*(atau)* niat *(seumpama hal tersebut)*, seperti niat menunaikan wudhu, atau [niat menunaikan] fardhu wudhu, atau [niat] berwudhu.

وَإِنَّمَا لَمْ تَصِحَّ نِيَّةُ الْغُسْلِ لِأَنَّهُ قَدْ يَكُوْنُ عَادَةً بِخِلَافِ الْوُضُوْءِ
Dan sesungguhnya tidak sah niat mandi [dalam berwudhu], hanyalah karena bahwasanya terkadang mandi itu menjadi suatu kebiasaan, berbeda dengan wudhu.

وَكَنِيَّةِ اسْتِبَاحَةِ مُفْتَقِرٍ إِلَى الْوُضُوْءِ كَالصَّلَاةِ وَإِنْ لَمْ يَدْخُلْ وَقْتُهَا كَالْعِيْدِ فِيْ رَجَبَ وَطَوَافٍ وَإِنْ كَانَ فِي الْهِنْدِ مَثَلًا
Dan [sah berwudhu dengan niat] seperti niat minta diperbolehkan [untuk melakukan] sesuatu yang membutuhkan kepada wudhu, seperti sholat, meskipun belum masuk waktunya. Seperti [berniat sholat] led [sah dilakukan] pada bulan Rojab, dan [niat] ber-thowaf, [sah dilakukan] meskipun ia berada di negara India, umpamanya.

وَلَا يُعْتَدُّ بِالنِّيَّةِ إِلَّا إِنْ كَانَتْ *(عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ)* فَإِنْ غَسَلَ جُزْءًا مِنْهُ قَبْلَهَا لَغَا
Dan niat tidak dianggap [tidak sah], kecuali jika keadaan niat itu *(ketika membasuh wajah)*. Maka jika seseorang telah membasuh satu bagian dari wajah sebelum niat [berwudhu], maka sia-sia [tidak diperhitungkan] basuhannya itu.

فَإِذَا قَرَنَهَا بِجُزْءٍ بَعْدَهُ كَانَ الَّذِيْ قَارَنَهَا هُوَ أَوَّلُهُ وَوَجَبَ إِعَادَةُ غَسْلِ مَا تَقَدَّمَ عَلَيْهَا
Lalu apabila ia membarengi niat dengan [membasuh] satu bagian wajah setelahnya [setelah membasuh bagian wajah sebelum niat], maka bagian wajah yang dibasuh berbarengan dengan niat itu adalah permulaan wudhunya. Dan diwajibkan mengulangi membasuh bagian wajah yang mendahului atas niat [bagian wajah yang dibasuh sebelum niat].

ثُمَّ الْمُتَوَضِّئُ إِمَّا سَلِيْمٌ وَإِمَّا سَلِسٌ فَالسَّلِيْمُ يَصِحُّ وُضُوْؤُهُ بِجَمِيْعِ النِّيَّاتِ السَّابِقَةِ بِخِلَافِ السَّلِسِ
Kemudian orang yang berwudhu itu adakalanya orang yang sehat dan adakalanya orang yang beser. Maka orang yang sehat itu sah wudhunya dengan semua niat-niat yang telah dahulu/berlalu [penjelasannya], berbeda halnya dengan orang yang beser.

*(وَ)* مِنْ ثَمَّ *(يَنْوِيْ سَلِسُ الْبَوْلِ وَنَحْوِهِ)* كَالْمَذِيْ وَالْوَدِيْ *(اِسْتِبَاحَةَ فَرْضِ الصَّلَاةِ)* أَوْ غَيْرِهَا مِنَ النِّيَّاتِ السَّابِقَةِ
*(Dan)* dari sebab itu, *(berniat orang yang beser kencing dan seumpamanya)*, seperti [beser] madzi dan wadi *(meminta dibolehkan melakukan sholat fardhu)* atau selainnya, dari niat-niat yang telah dahulu/berlalu [penjelasannya].

لَا رَفْعَ الْحَدَثِ وَالطَّهَارَةَ عَنْهُ لِأَنَّ حَدَثَهُ لَا يَرْتَفِعُ
tidak boleh [ia berniat] _“mengangkat hadats”_, dan _“bersuci dari hadats”_, karena bahwa hadats orang yang beser itu tidak akan bisa terangkat [selalu ada].

وَيَسْتَبِيْحُ السَّلِسُ بِذٰلِكَ مَا يَسْتَبِيْحُهُ الْمُتَيَمِّمُ مِمَّا يَأْتِيْ
Dan orang yang beser minta dibolehkan dengan niat itu, akan sesuatu yang minta dibolehkannya orang yang ber-tayammum, dari hal-hal yang akan datang [penjelasannya].

وَإِنَّمَا تَلْزَمُهُ نِيَّةُ اسْتِبَاحَةِ الْفَرْضِ إِنْ تَوَضَّأَ لِفَرْضٍ
Dan sesungguhnya wajib bagi orang yang beser, niat minta diperbolehkan melakukan sholat fardhu, hanyalah jika ia berwudhu untuk melakukan sholat fardhu.

===========
📋 *CATATAN:*
===========
*↱¹* ```Menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama’ pengikut mdazhab syafi’i dimana yang paling kuat disebut dengan al-aujah.```
Advertisement

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar