📚 *TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.18*
===================
█ *IJTIHAD* █
*(فَصْلٌ فِي الْإِجْتِهَادِ)* وَهُوَ كَالتَّحَرِّيْ بَذْلُ الْمَجْهُوْدِ فِيْ تَحْصِيْلِ الْمَقْصُوْدِ
*(Fasal tentang ijtihad)* Dan Ijtihad itu seperti suatu penyelidikan, yaitu mencurahkan segenap kemampuan dalam rangka menghasilkan sesuatu yang dimaksud [dituju].
*(إِذَا اشْتَبَهَ عَلَيْهِ طَاهِرٌ)* مِنْ مَاءٍ أَوْ تُرَابٍ أَوْ غَيْرِهِمَا *(بِمُتَنَجِّسٍ)* أَوْ طَهُوْرٍ بِمُسْتَعْمَلٍ
*(Apabila samar [tidak jelas] atas seseorang, suatu perkara yang suci)*, berupa air atau debu atau selainnya *(dengan perkara yang terkena najis)*, atau perkara yang suci mensucikan [samar atas dirinya] dengan perkara yang musta'mal [telah digunakan].
*(اِجْتَهَدَ)* وُجُوْبًا إِنْ ضَاقَ الْوَقْتُ وَلَمْ يَجِدْ غَيْرَ ذٰلِكَ الْمَاءِ أَوِ التُّرَابِ أَوْ اِضْطَرَّ إِلٰى تَنَاوُلِ الْمُتَنَجِّسِ وَجَوَازًا فِيْمَا عَدَا ذٰلِكَ
*(maka ia ber-ijtihad)* secara wajib jika waktu [sholat] telah sempit dan ia tidak menemukan selain air atau debu [yang samar baginya] tersebut, atau ia sangat butuh untuk mengkonsumsi perkara yang terkena najis. Dan [ia ber-ijtihad] secara jawaz [tidak wajib] pada selain kasus tersebut.
*(وَتَطَهَّرَ بِمَا ظَنَّ طَهَارَتَهُ)* وَاسْتَعْمَلَهُ لِأَنَّ التَّطَهُّرَ شَرْطٌ مِنِ شُرُوْطِ الصَّلَاةِ وَحِلِّ التَّنَاوُلِ وَالْإِسْتِعْمَالِ
*(Dan ia bersuci dengan perkara yang ia menduga kuat akan kesuciannya)* dan ia menggunakannya, karena sesungguhnya suci adalah satu syarat dari berbagai syarat [sahnya] sholat dan [syarat bagi] halalnya mengkonsumsi dan menggunakan.
وَالتَّوَصُّلُ إِلٰى ذٰلِكَ مُمْكِنٌ بِالْإِجْتِهَادِ
Dan upaya menjangkau kepada kesucian itu adalah hal yang mungkin [bisa terlaksana] dengan cara ber-ijtihad.
فَوَجَبَ عِنْدَ الْإِشْتِبَاهِ إِنْ تَعَيَّنَ طَرِيْقًا كَمَا مَرَّ
Maka diwajibkan ber-ijtihad ketika terjadi kesamaran, jika ijtihad menjadi tertentu [terpastikan] sebagai jalan [keluar], sebagaimana penjelasan yang telah berlalu.
وَلِلْإِجْتِهَادِ شُرُوْطٌ أَرْبَعَةٌ أَحَدُهَا أَنْ يَكُوْنَ لِكُلٍّ مِنَ الْمُشْتَبِهَيْنِ أَصْلٌ فِي التَّطْهِيْرِ وَالْحِلِّ
Dan untuk ber-ijtihad terdapat empat syarat: ➊ Syarat ijtihad yang *pertama* adalah hendaknya bagi masing-masing dari dua perkara yang samar itu memiliki hukum asal dalam hal suci mensucikannya dan kehalalan [mengkonsumsi serta menggunakannya].
فَلَوْ اِشْتَبَهَ مَاءٌ بِمَاءِ وَرْدٍ أَوْ طَاهِرٌ بِنَجِسِ الْعَيْنِ فَلَا اجْتِهَادَ
Maka jikalau samar air dengan air mawar, atau perkara suci dengan perkara yang najis zatnya, maka tidak diperbolehkan ber-ijtihad.
بَلْ يَتَوَضَّأُ بِالْمَاءِ وَمَاءِ الْوَرْدِ بِكُلٍّ مَرَّةً
Akan tetapi ia berwudhu dengan air dan air mawar, dengan masing-masingnya satu kali.
ثَانِيْهَا أَنْ يَكُوْنَ لِلْعَلَامَةِ فِيْهِ مَجَالٌ
➋ Syarat ijtihad yang *kedua* adalah hendaknya ada ruang [kemungkinan atau kesempatan] bagi indikasi [yang akan dianalisa] dalam ijtihad.
فَلَا يَجُوْزُ الْإِجْتِهَادُ إِلَّا بِعَلَامَةٍ كَالتَّغَيُّرِ أَحَدِ الْإِنَاءَيْنِ وَنَقْصِهِ وَاضْطِرَابِهِ وَقُرْبِ نَحْوِ كَلْبٍ أَوْ رَشَاشٍ مِنْهُ لِإِفَادَةِ غَلَبَةِ الظَّنِّ حِيْنَئِذٍ
Maka tidak diperbolehkan ber-ijtihad kecuali dengan [adanya] indikasi, seperti berubahnya salah satu dari dua wadah, dan berkurang salah satunya, dan rusak salah satunya, dan dekatnya seumpama anjing atau percikan air dari salah satunya, karena memberi faidah unggulnya dugaan pada saat itu.
بِخِلَافِ مَا إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَجَالٌ كَمَا لَوِ اخْتَلَطَتْ مَحْرَمُهُ بِنِسْوَةٍ
Berbeda dengan kasus, jika tidak ada ruang [kemungkinan atau kesempatan] dalam ijtihad, seperti keadaan bercampur baurnya wanita mahrom-nya [seorang laki-laki] dengan para wanita.
ثَالِثُهَا ظُهُوْرُ الْعَلَامَةِ فَإِنْ لَمْ تَظْهَرْ لَمْ يُعْمَلْ بِهِ سَوَاءٌ الْأَعْمٰى وَالْبَصِيْرُ
➌ Syarat ijtihad yang *ketiga* adalah munculnya indikasi. Maka jika tidak muncul, maka tidak boleh diamalkan [hasil] ijtihad-nya, sama saja [yang ber-ijtihad itu] orang buta atau orang yang bisa melihat.
وَلَا يُشْتَرَطُ فِيْ إِدْرَاكِهَا الْبَصَرُ
Dan tidak disyaratkan [bisa] melihat dalam mendapati indikasi tersebut.
بَلْ يَتَحَرّٰى مَنْ وَقَعَ لَهُ الْإِشْتِبَاهُ *(وَلَوْ)* كَانَ *(أَعْمٰى)*
Akan tetapi orang yang mengalami kesamaran tersebut [hendaknya] melakukan penelitian, *(walaupun)* keadaannya adalah *(orang yang buta)*,
فَإِنَّ لَهُ طَرِيْقًا فِي التَّوَصُّلِ إِلٰى الْمَقْصُوْدِ كَسِمَاعِ صَوْتٍ وَنَقْصِ مَاءٍ وَإِعْوِجَاجِ الْإِنَاءِ وَاضْطِرَابِ غِطَائِهِ
karena sesungguhnya bagi orang buta memiliki cara dalam menjangkau kepada tujuannya, seperti mendengarkan suara, dan berkurangnya air, dan bengkoknya wadah, dan rusaknya tutup wadah tersebut,
فَإِنْ لَمْ يَظْهَرْ لَهُ شَيْءٌ قَلَّدَ
lalu jika tidak nampak baginya sesuatupun, maka ia [boleh] _*taqlid*_ [mengikuti petunjuk/pendapat orang lain].
Advertisement
bagus utk belajar
BalasHapuskiww
Hapus