KISAH RAJA DZUL QORNAIN MENCARI AIR KEHIDUPAN
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak on Sabtu, 12 November 2022
*KISAH RAJA DZUL QORNAIN MENCARI AIR KEHIDUPAN*
*============================*
Dzul Qornain menurut satu pendapat adalah sebagian dari putera al-Dlohhak yang berasal dari daerah Himyar. Beliau memiliki kulit yang putih kemerah-merahan. Ibu beliau adalah perempuan yang berdarah Rum.
Menurut sebagian pendapat lagi, Dzul Qornain adalah putera dari Iskandar yaitu raja dari daerah Ushthukhri, Babilonia dan daerah-daerah yang berada di daerah timur. Beliau dirawat oleh kakek dari jalur ibunya. Kakek beliau bernama Failasuf yang juga menjadi raja di daerah Rum.
Menurut Sayyidina Ali ra. dan 'Ikrimah, Iskandar Dzul Qornain adalah putera dari Yunan putera Yafits putera Yunan putera Nabi Nuh as.
Menurut sebagian ulama yang lain, Iskandar Dzul Qornain memiliki hidung yang panjangnya tiga jengkal, maka kepala dan badannya disesuaikan dengan panjang hidung tersebut. Beliau lah yang membangun menara di daerah Iskandar dan hidup selama seribu tahun lebih. Masa hidup beliau dimulai dari tiga ratus tahun sebelum datangnya nabi Isa dan pernah berperang dengan raja Namrud bin Kan'an menurut Hasan al-Bashri. Agama beliau adalah ikut pada agama yang diajarkan oleh nabi Ibrahim sekaligus menjadi hakim di masa Nabi Ibrahim.
Imam Tsa'labi menceritakan sebuah kisah yang pernah beliau dengar dari Sayyidina Ali ra. Ceritanya adalah sebagai berikut:
Setelah sekian lama Iskandar Dzul Qornain sering melakukan perjalanan di bumi maka terlintas dalam dirinya untuk mengelilingi bumi ini sampai pada batas akhirnya. Beliau diberi keistimewaan atau karomah oleh Alloh berupa malaikat yang bernama Rofail. Malaikat Rofail selalu menyertai kemanapun Iskandar Dzul Qornain pergi.
Suatu ketika Iskandar Dzul Qornain berbincang-bincang dengan malaikat Rofail. Iskandar Dzul Qornain bertanya kepadanya: _"Wahai Rofail! Coba ceritakan bagaimana ibadah malaikat yang berada di langit!"_ Pintanya.
_"Di langit ada malaikat yang selalu beribadah dan tidak pernah mengangkat kepala selamanya. Ada yang selalu bersujud dan tidak pernah mengangkat kepalanya. Ada juga yang melakukan ruku' terus menerus dan tidak pernah mengangkat kepalanya."_ Jawab malaikat Rofail.
_"Aku sangat ingin hidup dalam masa yang sangat lama yang akan aku gunakan untuk beribadah kepada Tuhanku."_ Kata Iskandar Dzul Qornain.
_"Alloh swt menciptakan sumber air di bumi ini yang bernama *'Ainul Hayāt (air kehidupan).* Barang siapa yang meminum air itu maka tidak akan pernah mati sampai datangnya hari kiamat atau sampai dia meminta kematian kepada Alloh."_ Kata malaikat Rofail.
_"Apakah engkau tau dimana tempat air itu?"_ Tanya Iskandar Dzul Qornain.
_"Aku tidak tahu tempatnya! Aku hanya mendengar bahwa air itu berada di bumi yang gelap."_ Jawab malaikat.
Setelah Iskandar Dzul Qornain mendengar apa yang dikatakan oleh malaikat Rofail maka beliau mengumpulkan seluruh ulama yang hidup di zaman itu dan menanyakan perihal air itu. Para ulama menjawab: _"Kami belum pernah mendengar cerita air itu!"_
_"Aku pernah membaca dalam wasiat Nabi Adam bahwa Alloh menciptakan tempat yang gelap di bumi ini dan di dalam tempat gelap itu ada air hayat."_ Jawab salah seorang dari ulama tadi.
_"Di bagian yang mana dari bumi ini?"_ Tanya Iskandar Dzul Qornain.
_"Di tempat munculnya matahari."_ Jawabnya lagi.
Setelah mengetahui tempat air kehidupan itu maka Iskandar Dzul Qornain mempersiapkan bekal untuk mencari tempat tadi. Persiapan itu meliputi kendaraan yang memiliki penglihatan yang sangat tajam yakni kuda betina yang masih perawan. Beliau mengumpulkan kuda betina yang perawan sebanyak seribu ekor. Dan membawa tujuh ribu manusia yang kesemuanya adalah orang-orang yang pandai dan tangguh sementara Abu al-Abbas atau yang lebih dikenal sebagai Nabi Khidir adalah menteri untuk tentara beliau.
Sebagai menteri maka nabi Khidir berada di posisi paling depan dari barisan prajurit yang dibawa. Beliau beserta prajurit yang dibawa berjalan dengan gigih tanpa kenal lelah menuju ke arah munculnya matahari yang mana garis perjalanan mereka lurus dengan arah Kiblat. Perjalanan mereka kali ini tidak tanggung kepalang, dua belas tahun lamanya.
Singkat cerita, dua belas tahun telah berlalu. Kini tibalah mereka di tempat yang memakan waktu lama untuk mencarinya, tempat air kehidupan yang begitu gelap. Gelapnya tempat itu merata seperti gelap yang muncul oleh kabut bukan seperti gelap oleh pekatnya malam. Melihat kondisi itu maka para tentara yang berpengetahuan memberi saran kepada Iskandar Dzul Qornain agar beliau tidak masuk ke tempat yang sangat gelap itu.
_"Wahai Raja, ketahuilah! Banyak orang-orang terdahulu yang masuk ke dalam area itu kemudian mereka tidak dapat keluar lalu musnah."_
_"Tidak! Saya akan tetap masuk."_ Raja Iskandar Dzul Qornain teguh dengan pendiriannya.
Mengetahui bahwa sang raja tetap mengayunkan langkah masuk menuju tempat gelap itu akhirnya para tentara menghentikan langkah dan memilih diam. Untuk raja Iskandar Dzul Qornain, beliau berkomentar: _"Kalian telah menempuh perjalanan selama dua belas tahun. Akan lebih baik kiranya bila kita tetap melangkah dan kalau tidak mau ikut maka lebih baik kalian kembali ke rumah kalian!"_ Iskandar Dzul Qornain meyakinkan mereka.
Sementara itu sebelum beliau benar-benar masuk ke tempat gelap yang berada di depannya terlebih dahulu ia bertanya kepada malaikat penjaganya, Rofail: _"Ketika kita berjalan menelusuri area gelap itu, apakah kita masih dapat melihat antara satu dengan yang lainnya?"_
_"Tidak! Tapi aku akan memberimu azimat yang ketika engkau melemparkannya maka benda itu akan mengeluarkan suara yang sangat keras. Dengan begitu kalian akan terkontrol dan ketika kalian sudah merasa tersesat maka kalian dapat menjadikan suara itu sebagai acuan hingga kalian dapat berkumpul kembali di sumber suara itu."_ Kata malaikat Rofail sambil memberikan benda berbentuk belulang kepada Iskandar Dzul Qornain.
Seperti telah mendapatkan kompas sebagai penunjuk agar tidak tersesat maka Iskandar Dzul Qornain pun melangkah maju menelusuri daerah gelap tadi dengan diiringi banyak orang. Di sana beliau melakukan pencarian Air kehidupan selama delapan belas hari dan juga berjalan tanpa arah tertentu layaknya orang buta. Pasalnya, dalam waktu selama itu mereka sama sekali tidak melihat matahari, rembulan, malam, siang, burung dan hewan darat. Namun tidak ada yang menyangka apa yang telah menjadi rencana Alloh, Nabi Khidir yang juga ikut serta dalam pencarian itu tapi tidak dalam satu kelompok dengan Iskandar Dzul Qornain tiba-tiba mendapatkan wahyu dari Alloh:
_"Sumber Air kehidupan itu berada di sebelah kanan jurang dan tidak akan aku berikan kepada selain dirimu."_ Begitulah isi wahyu yang diterima.
Karena telah mendapatkan pernyataan khusus dari Alloh maka beliau berpesan kepada kawan-kawannya yang lain.
_"Tetaplah kalian di tempat dan jangan beranjak sebelum aku kembali!"_
Beliau pun berjalan dengan mengendarai kuda menuju jurang sesuai dengan yang ditunjukkan oleh wahyu yang ia peroleh tadi. Tidak membutuhkan waktu yang lama, sumber Air kehidupan telah terlihat oleh beliau maka beliau pun turun dari kudanya dan cepat membuka pakaian. Setelah siap, beliau masuk ke dalam kolam sumber Air kehidupan, beliau mandi serta tidak lupa meminum air tersebut yang menurut keterangan rasanya lebih manis dari pada madu sekalipun. Usai mandi dan minum Air kehidupan maka beliau pun langsung memakai baju dan kembali ke tempat teman-teman beliau yang sudah lama menunggu. Kejadian ini tidak ada orang yang mengetahuinya sekalipun Iskandar Dzul Qornain sendiri.
Dari sinilah bisa kita simpulkan bahwa Nabi Khidir yang juga sepupu dari Iskandar Dzul Qornain masih hidup sampai datangnya hari kiamat.
*KESIMPULAN:*
*============*
Meskipun raja Dzul Qornain mengerahkan segala daya upaya untuk mendapatkan air kehidupan, namun Alloh dzat yang maha memaksakan kehendak-Nya telah menentukan bahwa nabi Khidir lah yang akan mendapatkannya, sehingga ketentuan itu tidaklah dapat dirubah. Tak ada satu orang pun yang dapat mengganggu gugat atas apa yang telah Allah tentukan sebagaimana cerita raja Dzul Qornain di atas dalam pencarian air hayat.
*SUMBER:*
*========*
Kitab *Badai’uz Zuhur (بَدَائِعُ الزُّهُوْرِ)*, karya *Syeh Muhammad bin Ahmad bin Iyas al-Hanafi*, Penerbit Haromain, halaman 158-163
Astronomers Discover Oldest Planetary Debris in Our Galaxy – Remnants of Destroyed Solar System
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak on Jumat, 04 November 2022
One of the oldest rocky and icy planetary systems yet observed in the Milky Way has been identified as the oldest star in our galaxy that is accreting debris from orbiting planetesimals.
According to their research, a dim white dwarf that is only 90 light-years away from Earth and the remnants of its orbital planetary system are both more than ten billion years old. The research, which was led by the University of Warwick, was released on November 5 in the Royal Astronomical Society's Monthly Notices.
The majority of stars, including our Sun, will eventually become white dwarfs. A star that has run out of fuel, shed its outer layers, and is currently contracting and cooling is known as a white dwarf. During this process, any planets in orbit will be disturbed and, in some cases, destroyed, and their debris will be left behind to accrete onto the white dwarf's surface.
Two unique white dwarfs found by the European Space Agency's GAIA space observatory were modelled by the researchers for this study. Planetary waste has harmed both stars. One of them was discovered to be extraordinarily blue, whereas the other is the most flimsy and reddest object discovered thus far in the nearby galactic neighborhood. The scientific team conducted additional examination on both.
The WDJ2147-4035 red star's debris, which was discovered in its otherwise nearly pure-helium and high-gravity atmosphere, came from an ancient planetary system that endured the star's transformation into a white dwarf, leading astronomers to claim that this is the oldest planetary system around a white dwarf ever found in the Milky Way.
The study's lead author, PhD candidate Abbigail Elms at the University of Warwick's Department of Physics, said: "These metal-polluted stars demonstrate that Earth is not the only planetary system with planets that resemble our own. White dwarves are so common in the universe—97% of all stars will eventually turn into them—that it's crucial to comprehend them, especially those that are this fantastic. Cool white dwarfs, which were created from the oldest stars in our galaxy, shed light on how planetary systems formed and developed around the oldest stars in the Milky Way.
In the Milky Way, we are discovering the oldest star remains that have been contaminated by former Earth-like planets. It's incredible to consider that this occurred 10 billion years ago, long before the Earth was even formed, and that those planets perished.
We can infer the characteristics of such planets from their abundances by comparing them to celestial objects and planetary material found in our own solar system, but in the case of WDJ2147-4035, this has proven difficult.
The accreted planetary debris are particularly lithium and potassium-rich and unlike anything known in our own solar system, which makes the red star WDJ2147-4035 mysterious, according to Abbigail. This white dwarf is especially intriguing because of its exceptionally low surface temperature, metal contamination, advanced age, and magnetic nature.
The abundance of each metal in the original planetary body can be determined by looking back in time using the star's spectra, which can be used to gauge how quickly those metals are sinking into the star's core.
As metals are created in evolved stars and enormous stellar explosions, Professor Pier-Emmanuel Tremblay of the University of Warwick's Department of Physics stated: "When these old stars originated more than 10 billion years ago, the universe was less metal-rich than it is now. The two detected white dwarfs offer an intriguing view into planetary formation in an environment that was distinct from the one in which the solar system formed—one that was rich in gas and deficient in metal.
Abbigail K. Elms, Pier-Emmanuel Tremblay, Boris T. Gänsicke, Detlev Koester, Mark A. Hollands, Nicola Pietro Gentile Fusillo, Tim Cunningham, and Kevin Apps published "Spectral analysis of ultra-cool white dwarfs polluted by planetary debris" in Monthly Notices of the Royal Astronomical Society on November 5, 2022.
Reference: 10.1093/mnras/stac2908
The European Research Council's Horizon 2020 research and innovation program, the Leverhulme Trust Grant, and the UK STFC consolidated grant all provided support for this study.
Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili berkata kepada murid-muridnya
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak on Selasa, 18 Oktober 2022
Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili berkata kepada murid-muridnya:
كلوا من أطيب الطعام، واشربوا من ألذ الشراب، وناموا على أوطاء الفراش، والبسوا ألين الثياب.
"Makanlah dari makanan yang paling baik, minumlah dari minuman yang paling enak, tidurlah di atas alas tidur yang paling halus, dan berpakaianlah dengan pakaian yang paling halus".
فإن أحدكم إذا فعل ذلك وقال الحمد لله، يستجيب كل عضو فيه للشكر.
Orang yang melakukan hal itu dan mengucapkan Alhamdulillah, maka seluruh anggota badannya juga ikut bersyukur.
بخلاف ما إذا أكل خبز الشعير بالملح، ولبس العباءة، ونام على الأرض، وشرب الماء المالح السخن وقال الحمد لله، فإنه يقول ذلك وعنده اشمئزاز وبعض سخط على مقدور الله تعالى.
Berbeda dengan orang yang makan makanan yang tidak enak, minum minuman yang kurang segar, memakai pakaian yang kasar, dan tidur di atas lantai, kemudian mengucapkan Alhamdulillah. Kadang di dalam hatinya menggerutu dan tidak ridho dengan takdir ALLOH.
ولو أنه نظر بعين البصيرة، لوجد الاشمئزاز والسخط الذي عنده يرحج في الإثم على من تمتع بالدنيا بيقين، فإن المتمتع بالدنيا فعل ما أباحه الحق تعالى.
Seandainya ia melihat dengan pandangan hati, maka ia akan tahu bahwa menggerutu dan benci terhadap takdir yang menimpa lebih berat dosanya dari pada melakukan kesenangan dunia.
Hal itu karena orang yang bersenang-senang dengan hal keduniaan masih pada batas melakukan hal yang diperbolehkan oleh ALLOH.
ومن كان عنده اشمئزاز وسخط فقد فعل ما حرمه الحق عز وجل.
Sedangkan orang yang di dalam hatinya terdapat perasaan menggerutu dan benci terhadap ketentuan ALLOH, maka sesungguhnya ia telah menerjang sesuatu yang dilarang oleh ALLOH.
***
Oleh karena itu, janganlah kita berburuk sangka kepada orang yang tampak berkehidupan mewah.
لأن أعافى فأشكر أحب إلي من أن أبتلى فأصبر
Saya diberikan kesehatan kemudian bisa bersyukur itu lebih saya senangi daripada saya dicoba kemudian bisa bersabar..
10 KEISTIMEWAAN NABI MUHAMMAD SAW
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
10 KEISTIMEWAAN NABI MUHAMMAD SAW
لَمْ يَحْتَلِمْ قَطُّ طَهَ مُطْلَقًا اَبَدًا
1.Nabi Muhammad Tidak pernah ikhtilam (bermimpi basah) sepanjang hidupnya.
وَمَا تَثَاءَبَ اَصْلًا فِيْ مَدَيْ الزَّمَنِ
2.Dan Nabi muhammad Saw tidak pernah menguap sama sekali.
مِنْهُ الذَّوَابُ فَلَمْ تَهْرَبْ
3.Binatang-Binatang tidak pernah lari dari Nabi Muhammad Saw.
وَمَا وَقَعَتْ • ذُبَابَةٌ اَبَدًا فِيْ جِسْمِهِ الْحَسَنِ
4.Tak pernah seekor lalat pun hinggap ditubuh nabi Muhammad Saw yang mulia.
بِخَلْقِهِ كَأَمَامِ رُؤْيَةٌ ثَبَتَتْ
5.Nabi Muhammad Saw mampu melihat belakang dengan jelas sebagaimana beliau Saw melihat kedepan.
وَلاَ يُرَىْ اَثْرُ بَوْلٍ مِنْهُ فِىْ عَلَنِ
6.Dan ketika beliau berkemih (buang air) tak ada bekasnya sama sekali.
وقَلْبُهُ لَمْ يَنَمْ وَالْعَيْنُ قَدْ نَعَسَتْ
7.Hatinya tidak pernah tertidur, walau pun matanya terpejam.
وَلَا يُرَى ظِلُّهُ فِىْ الشَّمْسِ ذُوْ فَطَنِ
8.Dan tidak nampak bayangan beliau meskipun dibawah terik matahari.
كَتْفَاهُ قَدْ عَلَتَا قَوْمًا اِذَا جَلَسُوْا
9.ketika duduk di majlis dua pundaknya selalu lebih tinggi dari pada yang lainnya.
عِنْدَ الوِلاَدَةِ صِفْ يَا ذَا بِمُخْتَتَنِ
10.Dilahirkan kedunia beliau Saw sudah dalm keadaan berkhitan.
هَذِىْ الخَصَاءِصُ فَاحْفَظْهَا تَكُنْ اَمِنًا
Ini keistimewaan Nabi Muhammad Saw, maka hafalkanlah olehmu, niscaya engkau akn selmat.
مِنْ شَرِّ نَارٍ وَسُرَّاقٍ وَمِنْ مِحَنٍ
Dari musibah kebakaran dan para pencuri serta selmat dari segla macam musibah lainnya.
Kitab Almaroqi Al-Ubudiyah Fi Syarhi Bidayatil Hidayah, Hal : 3
Syekh Muhammad Nawawy Al-Jawi Al-Bantani
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.30 BAB WUDHU Ke-5
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak on Sabtu, 01 Oktober 2022
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.30
===================
*(السَّادِسُ التَّرْتِيْبُ)* كَمَا ذُكِرَ لِأَنَّهُ ﷺ لَمْ يَتَوَضَّأْ إِلَّا مُرَتَّبًا
*([Fardhu wudhu] yang keenam adalah tertib)*, sebagaimana urutan yang telah dituturkan. Karena sesungguhnya Nabi ﷺ tidak pernah berwudhu, kecuali secara tertib.
فَلَوْ قَدَّمَ عُضْوًا عَلٰى مَحَلِّهِ لَمْ يُعْتَدَّ بِهِ
Maka jikalau seseorang mendahulukan satu anggota wudhu dari tempatnya [urutan pembasuhannya], maka anggota wudhu itu tidak diperhitungkan [tidak sah basuhannya].
وَلَوْ غَسَلَ أَرْبَعَةَ أَعْضَائِهِ مَعًا اِرْتَفَعَ حَدَثُ وَجْهِهِ فَقَطْ
Dan jikalau ia [orang yang berwudhu] membasuh empat anggota wudhu secara bersamaan, maka terangkatlah hadats pada wajahnya saja.
وَيَكْفِيْ وُجُوْدُ التَّرْتِيْبِ تَقْدِيْرًا *(فَلَوْ غَطَسَ)* نَاوِيًا وَلَوْ فِيْ مَاءٍ قَلِيْلٍ كَمَا مَرَّ *(صَحَّ وُضُوْؤُهُ وَإِنْ لَمْ يَمْكُثْ)* زَمَنًا يُمْكِنُ فِيْهِ التَّرْتِيْبُ
Dan mencukupi [sah] adanya tertib secara pengiraan. *(Maka jikalau seseorang menyelam)* sebagai orang yang berniat wudhu, walaupun [menyelamnya] di air yang sedikit sebagaimana penjelasan yang telah lewat *(maka sah wudhunya, walaupun ia tidak berdiam diri)* dalam waktu yang memungkinkan di waktu itu melaksanakan tertib.
أَوْ أَغْفَلَ لَمْعَةً مِنْ غَيْرِ أَعْضَاءِ الْوُضُوْءِ لِحُصُوْلِهِ تَقْدِيْرًا فِيْ أَوْقَاتٍ لَطِيْفَةٍ لَا تَظْهَرُ فِي الْحِسِّ
Atau ia melalaikan setitik dari selain anggota-anggota wudhu, karena hasilnya tertib secara pengiraan pada waktu-waktu yang sekejap yang tidak nampak dalam panca indera.
وَخَرَجَ بِغَطَسَ مَا لَوْ غَسَلَ أَسَافِلَهُ قَبْلَ أَعَالِيْهِ فَإِنَّهُ لَا يُجْزِئُ لَعَدَمِ التَّرْتِيْبِ حِسًّا حِيْنَئِذٍ
Dan terkecualikan dengan batasan menyelam, sesuatu [kasus] jika seseorang membasuh bagian-bagian bawah tubuhnya sebelum [membasuh] bagian-bagian atasnya, karena sesungguhnya hal itu tidak mencukupi [tidak sah], karena tertiadakan tertib secara inderawi pada saat itu.
وَيَسْقُطُ وُجُوْبُهُ عَنْ مُحْدِثٍ أَجْنَبَ
Dan gugur kewajiban [melaksanakan] tertibnya wudhu dari orang yang ber-hadats [kecil] lagi [ber-hadats] junub.
وَمِنْ ثَمَّ لَوْ غَسَلَ جُنُبٌ مَا سِوٰى أَعْضَاءِ الْوُضُوْءِ ثُمَّ أَحْدَثَ لَمْ يَجِبْ تَرْتِيْبُهَا
Dan dari sebab itu, jikalau orang yang junub membasuh sesuatu selain anggota-anggota wudhu, kemudian ia ber-hadats [kecil], maka ia tidak wajib mentertibkan anggota-anggota wudhu tersebut.
*(وَتَجِبُ الْمُوَالَاةُ فِيْ وُضُوْءِ دَائِمِ الْحَدَثِ)* فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُوَالِيَ بَيْنَ الْاِسْتِنْجَاءِ وَالتَّحَفُّظِ وَبَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الْوُضُوْءِ وَبَيْنَ أَفْعَالِهِ وَبَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ تَخْفِيْفًا لِلْحَدَثِ مَا أَمْكَنَ
*(Dan diwajibkan harus beruntun pada wudhunya orang yang [mengalimi] langgeng hadats)*. Maka wajib baginya agar beruntun ➀ antara istinja' [cebok] dan menjaga diri [dari keluarnya hadats, seperti menyumpal dan membalut farji bagi wanita istihadhoh], dan ➁antara keduanya [istinja’ dan menjaga diri dari keluarnya hadats] dan antara wudhu, dan antara pekerjaan-pekerjaan wudhu, dan ➂antara wudhu dan antara sholat, guna meringankan hadats selama masih memungkinkan.
*(وَ)* يَجِبُ فِيْ كُلِّ وُضُوْءٍ *(اِسْتِصْحَابُ النِّيَّةِ حُكْمًا)* وَلَا يَتْرُكُهَا قَبْلَ تَمَامِ الْوُضُوْءِ بِأَنْ لَا يَأْتِيَ بِمَا يُنَافِيْهَا كَرِدَّةٍ أَوْ قَطْعٍ وَإِلَّا اِحْتَاجَ إِلَى اسْتِئْنَافِهَا
*(Dan)* diwajibkan pada setiap berwudhu, *(terus menyertakan niat secara hukum)*. Dan tidak boleh meninggalkan niat sebelum sempurnanya wudhu. Dengan gambaran [orang yang berwudhu itu] tidak melakukan hal-hal yang meniadakan niat, seperti murtad, atau memutus/menghentikan [tidak meneruskan wudhunya], dan jika tidak [demikian], maka ia butuh untuk memulai niat [wudhunya] kembali.
وَإِذَا أَحْدَثَ فِيْ أَثْنَاءِ الْوُضُوْءِ أَوْ قَطَعَهُ أُثِيْبَ عَلَى الْمَاضِيْ إِنْ كَانَ لِعُذْرٍ وَإِلَّا فَلَا
Dan apabila seseorang ber-hadats di pertengahan wudhu, atau ia menghentikan wudhunya, maka ia diberi pahala atas [anggota wudhu] yang telah berlalu [yang telah dibasuh], jika keadaan [terhenti wudhunya] itu karena ada udzur. Dan jika tidak [karena udzur], maka tidak [diberi pahala].
MENJADI WALI LANTARAN SABAR TERHADAP KEBURUKAN ISTRI
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
MENJADI WALI LANTARAN SABAR TERHADAP KEBURUKAN ISTRI
Di *Hadhromaut Yaman* ada makam seorang wali bernama *Aburrohman Bajalhaban*. Beliau diangkat menjadi wali Alloh karena kesabarannya menghadapi istri yang cerewet dan keras kepala. Namun, sebelum peristiwa pertemuan dengan dua orang wali Alloh, beliau tidak sadar kalau dirinya wali. Sebab merasa dirinya hanya manusia biasa sebagaimana orang lain.
Nama Abdurrohman Bajalhaban dikenal banyak orang sebagai suami yang sangat sabar. Khususnya sabar saat dimarahi istrinya. Beliau tak pernah membalas kemarahan istrinya meskipun level cerewet istrinya lebih dari perempuan pada umumnya. Karena sikap istrinya, lama-lama Syaikh Abdurrohman Bajalhaban tidak betah di rumah. Beliau pun pergi meninggalkan rumah.
Di perjalanan, Syaikh Abdurrohman kehabisan bekal. Tanpa disengaja beliau bertemu dengan dua orang wali pengelana di sebuah hutan yang lebat. Abdurrohman Bajalhaban kagum sekali dengan dua orang wali pengelana ini. Sebab dua orang ini setiap kali meminta sesuatu, Alloh selalu kabulkan.
Minta makanan, Alloh langsung menurunkan makanan dari langit. Minta minuman, Alloh langsung menurunkan minuman dari langit. Sehingga dua orang ini tak perlu bekerja namun bisa memenuhi kebutuhan hariannya.
Syaikh Abdurrohman Bajalhaban pun penasaran lalu mencoba melakukan hal yang sama diminta oleh dua orang wali itu.
_"Ya Alloh, saya minta makanan ini. Ya Alloh saya minta minuman ini,"_ ucap Syekh Abdurrohman.
Tak lama kemudian, turunlah makanan dan minuman yang diminta. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah yang diminta dua wali pengelana tersebut.
Dua orang wali pengelana ini pun takjub penasaran. Ternyata ada orang yang memiliki kemampun yang lebih hebat dari mereka. Lalu dua orang wali ini pun bertanya kepada Syaikh Abdurrohman Bajalhaban.
_"Syaikh, doa apa yang panjenengan ucapkan sehingga bisa mendapatkan makanan dari Alloh lebih dari yang kami minta?"_
Syekh Abdurrohman Bajalhaban pun bingung sebab baru pertama kali mendapatkan makanan secara langsung dari Alloh. _"Ngapunten. Maaf. Aku ingin tahu doa apa yang panjenengan sampaikan sehingga bisa mendapatkan makanan yang kalian minta dari Alloh."_
Salah satu dari mereka menjawab, _"Begini, Syaikh. Ketika kami ingin sesuatu makanan, kami akan shoat lalu kami meminta kepada Alloh dengan bertawassul melalui Syaikh Abdurrohman Bajalhaban, seorang wali yang saleh, yang diangkat derajatnya oleh Alloh karena kesabarannya menghadapi istrinya. Beliau tinggal di dekat pegunungan ini."_
Syaikh Abdurrohman pun takjub mendengar penjelasannya. Ternyata selama ini beliau dikenal orang sebagai wali yang sabar menghadapi istri.
_"Bagaimana dengan panjenengan, Syekh?"_
Syekh Abdurrohman pun menceritakan bahwa dirinya adalah orang yang mereka tawasuli. Kedua orang inipun sungkem kepada Syaikh Abdurrohman. Beliau lalu pulang dan menceritakan kewaliannya kepada istri. Setelah itu, istrinya pun bertaubat dan menjadi lebih lembut.
*✽✽✽✽*
Dari kisah tersebut kita bisa mendapatkan kesimpulan bahwa memiliki istri yang cerewet atau berperangai buruk bila disikapi dengan positif akan berdampak positif pula. Jika seseorang mempunyai istri yang cerewet atau berperangai buruk, hendaklah ia bersabar sebab itulah fasilitas ujian yang Alloh berikan untuk mengangkat derajat seorang hamba menjadi kekasih-Nya (wali).
*Hujjatul Islam al-Imam al-Ghozali* RA dalam kitabnya *Ihya' 'Ulumud Din* mengatakan:
*اَلصَّبْرُ عَلٰى لِسَانِ النِّسَاءِ مِمَّا يُمْتَحَنُ بِهِ الْأَوْلِيَاءُ*
_*"Sabar menghadapi omongan istri termasuk ujiannya para wali."*_
Seperti kisah wali-wali zaman dahulu banyak dikisahkan di antara mereka ternyata mempunyai istri yang galak dan berperangai buruk, sebagaimana kisah Syeikh Abdurrohman Bajalhaban.
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.29 BAB WIDHU Ke-4
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.29
===================
*(وَيُسْتَحَبُّ تَخْلِيْلُ اللِّحْيَةِ الْكَثَّةِ)* وَغَيْرِهَا مِمَّا لَا يَجِبُ غَسْلُ بَاطِنِهِ *(بِأَصَابِعِهِ)* الْيُمْنٰى *(مِنْ أَسْفَلٍ)* لِلْاِتِّبَاعِ
*(Dan disunnahkan menyela-nyelai jenggot yang tebal)* dan selainnya dari hal [berbagai rambut yang ada di area wajah] yang tidak wajib membasuh bagian dalamnya *(dengan jari-jemarinya)* yang kanan *(dari bagian bawah)*, karena mengikuti [Nabi ﷺ].
*(الثَّالِثُ غَسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ)* لِلْآيَةِ وَالْمِرْفَقُ مُجْتَمَعُ عَظْمِ السَّاعِدِ وَالْعَضُدِ
*([Fardhu wudhu] yang ketiga adalah membasuh dua tangan beserta dua siku)* berdasarkan ayat [QS. 5 Al-Maidah: 6]. Dan siku adalah tempat bertemunya tulang hasta [lengan bawah] dan lengan atas.
فَإِنْ أُبِيْنَ السَّاعِدُ وَجَبَ غَسْلُ رَأْسِ عَظْمِ الْعَضُدِ
Maka jika hasta [lengan bawah] terpotong, maka wajib membasuh pangkal tulang lengan atas.
*(وَ)* يَجِبُ غَسْلُهُمَا مَعَ غَسْلِ *(مَا عَلَيْهِمَا)* مِنْ شَعْرٍ وَإِنْ كَثُفَ وَأَظْفَارٍ وَإِنْ طَالَتْ
*(Dan)* wajib membasuh kedua tangan beserta membasuh *(apa-apa yang ada di atasnya)* berupa bulu walaupun tebal, dan kuku-kuku walaupun panjang.
كَيَدٍ نَبَتَتْ بِمَحَلِّ الْفَرْضِ وَسِلْعَةٍ وَبَاطِنِ ثَقْبٍ أَوْ شَقٍّ فِيْهِ
Seperti tangan yang tumbuh di tempat [batasan] wajib [membasuh tangan], dan tonjolan [daging tumbuh {jawa: uci-uci}] dan bagian dalam bolongan atau retakan di tempat [batasan] wajib [pembasuhan tangan].
نَعَمْ إِنْ كَانَ لَهُمَا غَوْرٌ فِي اللَّحْمِ لَمْ يَجِبْ إِلَّا غَسْلُ مَا ظَهَرَ مِنْهُمَا
Ya [benar], jika pada bolongan dan retakan itu terdapat cekungan [yang masuk] ke dalam daging, maka tidak wajib kecuali hanya membasuh bagian yang nampak dari keduanya.
وَكَذَا يُقَالُ فِيْ سَائِرِ الْأَعْضَاءِ وَلَوْ خُلِقَ لَهُ يَدَانِ وَاشْتَبَهَتِ الزَّائِدَةُ بِالْأَصْلِيَّةِ وَجَبَ غَسْلُهُمَا
Dan begitu pula dikatakan [wajib membasuh apa-apa yang ada di atasnya] pada anggota-anggota wudhu yang lainnya. Dan jikalau seseorang tercipta memiliki dua tangan, dan menjadi samar tangan yang tambahan dengan tangan yang asli, maka wajib membasuh keduanya.
*(الرَّابِعُ مَسْحُ شَيْءٍ)* وَإِنْ قَلَّ *(مِنْ بَشَرَةِ الرَّأْسِ)* كَالْبَيَاضِ الَّذِيْ وَرَاءَ الْأُذُنِ
*([Fardhu wudhu] yang keempat adalah mengusap sesuatu)*, meskipun sedikit *(dari kulit kepala)*, seperti bagian putih [yang tidak berbulu] yang ada di belakang telinga.
*(أَوْ)* مِنْ *(شَعْرِهِ)* أَوْ مِنْ شَعْرَةٍ مِنْهُ لِلْآيَةِ مَعَ مَا صَحَّ مِنْ مَسْحِهِ ﷺ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلٰى عِمَامَتِهِ
*(atau)* dari *(rambut kepalanya)* atau dari sehelai rambut dari kepala, hal ini berdasarkan ayat [QS. 5 Al-Maidah: 6] serta [berdasarkan] keterangan yang shohih tentang mengusapnya Nabi ﷺ pada ubun-ubun beliau dan atas sorban beliau.
وَإِنَّمَا يُجْزِئُ مَسْحُ شَعْرِ الرَّأْسِ إِنْ كَانَ دَاخِلًا *(فِيْ حَدِّهِ)* بِحَيْثُ لَا يَخْرُجُ الْمَمْسُوْحُ عَنِ الرَّأْسِ بِالْمَدِّ مِنْ جِهَةِ نُزُوْلِهِ مِنْ أَيِّ جَانِبٍ كَانَ
Dan sesungguhnya mencukupi [sah] mengusap rambut kepala itu, hanya jika adanya rambut itu masuk *(dalam batasan kepala)*, sekiranya rambut yang diusap itu tidak keluar dari [batasan] kepala dengan sebab memanjang pada arah menurunnya rambut dari sisi manapun [rambut kepala itu] berada.
وَيُجْزِئُ غَسْلُهُ وَبَلُّهُ بِلَا كَرَاهَةٍ
Dan mencukupi [sah] membasuh rambut kepala dan membasahkannya dengan tanpa dimakruhkan.
وَلَيْسَ الْأُذُنَانِ مِنْهُ وَخَبَرُ الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ ضَعِيْفٌ
Dan kedua telinga tidak termasuk [bagian] dari kepala. Dan hadits [yang menyebutkan bahwa] kedua telinga itu termasuk [bagian] dari kepala adalah dhoif [lemah].
*(الْخَامِسُ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْنِ)* لِلْآيَةِ
*([Fardhu wudhu] yang kelima adalah membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki)*, berdasarkan ayat [QS. 5 Al-Maidah: 6].
وَهُمَا الْعَظْمَانِ النَّاتِئَانِ عِنْدَ مَفْصِلِ السَّاقِ وَالْقَدَمِ
Dan dua mata kaki adalah dua tulang yang menonjol yang ada di sebelah persendian betis dan telapak kaki.
*(وَ)* مَعَ *(شُقُوْقِهِمَا)* وَغَيْرِهِمَا مِمَّا مَرَّ فِي الْيَدَيْنِ وَيَجِبُ إِزَالَةُ مَا يُذَابُ فِي الشَّقِّ مِنْ نَحْوِ شَمْعٍ
*(dan)* beserta *(belahan-belahan [sela-sela] yang ada di kedua kaki)* dan selainnya dari hal-hal yang telah berlalu pada penjelasan membasuh kedua tangan. Dan wajib menghilangkan sesuatu yang meleleh pada sela-sela [belahan] kaki, dari seumpama lilin.
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.28 BAB WUDHU Ke-3
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.28
===================
*(بَشَرًا)* حَتّٰى مَا يَظْهَرُ مِنْ حُمْرَةِ الشَّفَتَيْنِ مَعَ إِطْبَاقِ الْفَمِ وَمَا يَظْهَرُ مِنْ أَنْفِ الْمَجْدُوْعِ لَا غَيْرُ
*([dalam batasan wajah itu bisa berupa] kulit)*, sampai-sampai apa yang nampak dari merahnya kedua bibir bersamaan dengan tertutupnya mulut, dan bagian yang nampak dari hidung orang yang terpotong hidungnya, bukan selainnya.
*(وَشَعْرًا)* ظَاهِرًا وَبَاطِنًا *(وَإِنْ كَثُفَ)* لِأَنَّ كَثَافَتَهُ نَادِرَةٌ
*(dan [bisa berupa] rambut)* bagian luar dan bagian dalamnya, *(meskipun rambut itu tebal)*, karena sesungguhnya tebalnya rambut itu langka terjadinya.
نَعَمْ مَا خَرَجَ عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ لَا يَجِبُ غَسْلُ بَاطِنِهِ إِنْ كَثُفَ
Ya [benar], rambut yang keluar dari batasan wajah itu tidak diwajibkan membasuh bagian dalamnya, meskipun rambut itu tebal.
وَيَجِبُ غَسْلُ جُزْءٍ مِنْ مُلَاقِي الْوَجْهِ مِنْ سَائِرِ الْجَوَانِبِ إِذْ مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Dan wajib membasuh bagian dari bagian-bagian kepala yang bersambungan dengan wajah dari segala sisi [seputaran wajah]. Sebab sesuatu yang tidak akan bisa sempurna [tidak sah] perkara wajib kecuali dengan sebab sesuatu itu, maka sesuatu itu menjadi wajib.
وَكَذَا يَزِيْدُ أَدْنٰى زِيَادَةٍ فِي الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ
Dan begitupun orang yang berwudhu harus menambahkan [batas basuhan] dengan penambahan minimal pada kedua tangan dan kedua kakinya.
وَأَفَادَ كَلَامُهُ أَنَّ مَا أَقْبَلَ مِنَ اللَّحْيَيْنِ مِنَ الْوَجْهِ
Dan ucapan pengarang [Syekh Abdulloh bin Abdurrohman Bafadhol Al-Hadhromiy] *↱¹* memberi faedah/pengertian bahwasanya bagian yang menghadap ke depan berupa dua rahang [yakni dua tulang tempat tumbuhnya gigi bawah yang ujungnya bertemu di janggut dan pangkalnya berada di telinga] adalah termasuk wajah.
دُوْنَ النَّزَعَتَيْنِ وَهُمَا بَيَاضَانِ يَكْتَنِفَانِ النَّاصِيَةَ
Tidak dengan dua lingar, *↱²* yaitu dua bagian yang tak berambut yang mengepung ubun-ubun.
وَدُوْنَ مَوْضِعِ الصَّلَعِ وَهُوَ مَا بَيْنَهُمَا إِذَا انْحَسَرَ عَنْهُ الشَّعْرُ
Dan tidak pula tempat _*Shola’*_ [bagian depan kepala yang botak], yaitu bagian yang ada diantara dua lingar ketika rambut mulai berkurang dari bagian tersebut [mengalami kebotakan].
وَدُوْنَ مَوْضِعِ التَّحْذِيْفِ وَهُوَ مَا يَنْبُتُ عَلَيْهِ الشَّعْرُ مِنِ ابْتِدَاءِ الْعِذَارِ وَالنَّزَعَةِ وَدُوْنَ وَتَدِ الْأُذُنِ
Dan tidak pula tempat _*takhdzif*_ [tempat dikeriknya rambut], *↱³* yaitu bagian yang tumbuh rambut di atasnya mulai dari permulaan cambang dan lingar. Dan tidak pula pasak telinga [bagian telinga yang menonjol dan paling dekat ke wajah].
لٰكِنْ يُسَنُّ غَسْلُ جَمِيْعِ ذٰلِكَ وَأَنْ يَأْخُذَ الْمَاءَ بِيَدَيْهِ جَمِيْعًا لِلْاِتِّبَاعِ
Akan tetapi disunnahkan membasuh semua bagian tersebut [dua lingar, tempat shola’ dan tempat takhdzif], dan [disunnahkan] hendaknya mengambil air dengan kedua tangannya semuanya [tidak dengan satu tangan saja], karena mengikuti [Nabi ﷺ].
وَمَا مَرَّ فِي الشَّعْرِ مَحَلُّهُ فِيْ غَيْرِ اللِّحْيَةِ وَالْعَارِضِ
Dan ketentuan-ketentuan yang telah berlalu dalam pembahasan rambut itu letaknya adalah pada selain jenggot dan godhek.
*(وَشَعْرُ اللِّحْيَةِ)* الْإِضَافَةُ فِيْهِ بَيَانِيَّةٌ إِذِ اللِّحْيَةُ الشَّعْرُ النَّابِتُ بِمُجْتَمَعِ اللَّحْيَيْنِ
*(dan [adapun] rambut jenggot)* idhofah yang ada pada lafazh _*Sya’rul Lihyah*_ adalah _*bayaniyyah*_ [mudhof lebih umum daripada mudhof ilaih], karena jenggot adalah rambut yang tumbuh di tempat bertemunya dua rahang.
*(وَشَعْرُ الْعَارِضِ)* الْإِضَافَةُ فِيْهِ كَذٰلِكَ إِذْ هُوَ الشَّعْرُ الَّذِيْ بَيْنَ اللِّحْيَةِ وَالْعِذَارِ
*(dan rambut godhek)* idhofah di dalamnya adalah seperti itu juga [bayaniyyah], karena rambut godhek adalah rambut yang ada diantara jenggot dan cambang.
*(إِنْ خَفَّ)* بِأَنْ كَانَتِ البَشَرَةُ تُرٰى مِنْ خِلَالِهِ فِيْ مَجْلِسِ التَّخَاطُبِ *(غُسِلَ ظَاهِرُهُ وَبَاطِنُهُ)* سَوَاءٌ أَخَرَجَ عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ أَمْ لَا
*(jika tipis)*, dengan gambaran keadaan kulitnya dapat terlihat dari sela-selanya di ruang saling berdialog *(maka dibasuh bagian luarnya dan bagian dalamnya)*. Sama saja apakah rambut itu keluar dari batasan wajah ataupun tidak.
*(وَإِنْ كَثُفَ)* بِأَنْ لَمْ تُرَ مِنْهُ الْبَشَرَةُ كَذٰلِكَ *(غُسِلَ ظَاهِرُهُ)* وَلَا يَجِبُ غَسْلُ بَاطِنِهِ لِلْمَشَقَّةِ إِنْ كَانَ مِنْ رَجُلٍ
*(dan jika tebal)*, dengan gambaran kulit tidak bisa terlihat dari sela-selanya seperti itu juga [di ruang saling berdialog], *(maka dibasuh bagian luarnya)*. Dan tidak wajib membasuh bagian dalamnya, karena menyulitkan, jika adanya rambut itu pada lelaki.
فَإِنْ كَانَ مِنِ امْرَأَةٍ أَوْ خُنْثًى غُسِلَ بَاطِنُهُ مُطْلَقًا وَلَوْ خَفَّ الْبَعْضُ وَكَثُفَ الْبَعْضُ فَلِكُلٍّ حُكْمُهُ إِنْ تَمَيَّزَ وَإِلَّا وَجَبَ غَسْلُ الْكُلِّ
Lalu jika adanya rambut itu [jenggot atau godhek] pada perempuan atau khuntsa [orang berkelamin ganda], maka dibasuh bagian dalamnya secara mutlak [baik rambutnya itu tebal maupun tipis]. Dan jikalau tipis sebagian rambut dan tebal sebagian yang lainnya, maka bagi masing-masing rambut itu terdapat ketentuannya sendiri, jika bisa dibedakan. Dan jika tidak [bisa dibedakan], maka wajib membasuh seluruhnya.
وَلَوْ خُلِقَ لَهُ وَجْهَانِ غَسَلَهُمَا أَوْ رَأْسَانِ مَسَحَ بَعْضَ أَحَدِهِمَا لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا يُسَمّٰى وَجْهًا وَرَأْسًا
Dan jikalau tercipta bagi seseorang dua wajah, maka ia [wajib] membasuh keduanya. Atau [seandainya seseorang diciptakan memiliki] dua kepala, maka ia [wajib] mengusap sebagian salah satu dari keduanya, karena bahwa masing-masing dari keduanya dinamakan sebagai wajah dan kepala.
=============
📋 *CATATAN:*
=============
*↱¹* ```Maksudnya adalah ucapan pengarang berupa وَمُقْبِلِ ذَقَنِهِ (dan ujung dagunya).```
*↱²* ```Maksudnya dua lingar ini tidak termasuk bagian dari wajah, tetapi bagian dari kepala, karena dua lingar ini berada dalam cakupan bundarannya kepala.```
*↱³* ```Disebut demikian karena biasanya para kaum wanita dan kaum bangsawan (ningrat) mengerik rambut tersebut agar wajah mereka terlihat lebar.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.27 BAB WUDHU Ke -2
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.27
===================
*(وَإِنْ تَوَضَّأَ لِسُنَّةٍ نَوٰى اِسْتِبَاحَةَ الصَّلَاةِ)* وَلَوْ نَوَى الْمُتَوَضِّئُ مَعَ نِيَّةِ الْوُضُوْءِ تَبَرُّدًا أَوْ تَنَظُّفًا كَفٰى
*(Dan jika ia berwudhu untuk melakukan sholat sunnah, maka ia berniat minta diperbolehkan melakukan sholat)*. Dan jikalau orang yang berwudhu berniat disertai niat wudhu, guna memperoleh kesejukan atau membersihkan diri, maka hal itu mencukupi [sah].
لٰكِنْ إِنْ نَوٰى ذٰلِكَ فِي الْأَثْنَاءِ اُشْتُرِطَ أَنْ يَكُوْنَ ذَاكِرًا لِنِيَّةِ الْوُضُوْءِ وَإِلَّا لَمْ يَصِحَّ مَا بَعْدَهَا لِوُجُوْدِ الصَّارِفِ
Akan tetapi jika ia berniat dengan niat-niat itu [niat memperoleh kesejukan atau membersihkan diri] di pertengahan wudhu, maka disyaratkan ia sebagai orang yang menyebutkan bagi niat wudhu [pada saat itu], dan jika tidak [demikian], maka tidak sah sesuatu [rukun-rukun wudhu] setelahnya [setelah niat memperoleh kesejukan atau membersihkan diri], karena adanya perkara yang membelokkan [niat wudhunya itu].
وَكَذَا لَوْ بَقِيَ رِجْلَاهُ مَثَلًا فَسَقَطَ فِيْ نَهْرٍ لَمْ يَرْتَفِعْ حَدَثُهُمَا إِلَّا إِنْ كَانَ ذَاكِرًا لَهَا
Dan begitu juga jikalau masih tersisa [belum terbasuh] kedua kakinya, umpamanya, lalu ia terjatuh ke dalam sungai, niscaya belum terangkat hadats kedua kakinya, kecuali jika ia sebagai orang yang menyebut kembali niat wudhu [pada saat itu].
بِخِلَافِ مَا لَوْ غَسَلَهُمَا فَإِنَّهُ يَرْتَفِعُ مُطْلَقًا
Berbeda halnya jikalau ia membasuh kedua kakinya, maka sesungguhnya hadats pada kedua kakinya dapat terangkat secara mutlak.
وَلَا يَقْطَعُ نِيَّةُ الْاِغْتِرَافِ حُكْمَ النِّيَّةِ السَّابِقَةِ وَإِنْ عَزُبَتْ لِأَنَّهَا لِمَصْلَحَةِ الطَّهَارَةِ لِصَوْنِهَا مَاءَهَا عَنِ الْاِسْتِعْمَالِ
Dan niat menciduk air tidak memutus hukum/ketentuan niat [wudhu] yang telah lalu, meskipun niat yang telah lalu itu telah lenyap, karena bahwa niat menciduk air itu untuk kemaslahatan bersuci, karena hal [niat menciduk air] itu dapat menjaga airnya dari ke-musta'mal-an.
وَمَتٰى شَرَّكَ بَيْنَ عِبَادَةٍ وَغَيْرِهَا لَمْ يُثَبْ مُطْلَقًا عِنْدَ ابْنِ عَبْدِ السَّلَامِ
Dan kapanpun ia menggabungkan diantara [niat] ibadah dan [niat yang] bukan ibadah *↱¹* maka ia tidak diganjar [tidak mendapat pahala] secara mutlak, menurut Syekh Ibnu Abdus Salam.
وَعِنْدَ الْغَزَالِيِّ إِنْ غَلَبَ بَاعِثُ الْآخِرَةِ أُثِيْبَ وَإِلَّا فَلَا وَكَلَامُ الْمَجْمُوْعِ وَغَيْرِهِ فِي الْحَجِّ يُؤَيِّدُهُ
Dan menurut Imam Al-Ghozaliy jika [lebih] dominan pendorong akhiratnya, maka ia diganjar, dan jika tidak [dominan], maka tidak [diganjar]. Dan [adapun] pembahasan dalam kitab Al- Majmu' dan lainnya mengenai haji, itu memperkuat pendapat beliau [Imam Al- Ghozaliy].
الْفَرْضُ *(الثَّانِيْ غَسْلُ)* ظَاهِرِ *(الْوَجْهِ)* أَيِ انْغِسَالُهُ وَكَذَا يُقَالُ فِيْ سَائِرِ الْأَعْضَاءِ لِلْآيَةِ
Fardhu [wudhu] *(yang kedua adalah membasuh)* bagian luar dari *(wajah)*, yakni terbasuhnya wajah. Dan begitu juga dikatakan [terbasuhnya anngota wudhu] pada anggota-anggota wudhu yang tersisa, berdasarkan ayat [QS. 5 Al-Maidah: 6].
*(وَحَدُّهُ)* طُوْلًا *(مَا بَيْنَ مَنَابِتِ شَعْرِ رَأْسِهِ)* أَيْ مَا مِنْ شَأْنِهِ ذٰلِكَ *(وَ)* أَسْفَلِ *(مُقْبِلِ ذَقَنِهِ وَ)* عُرْضًا *(مَا بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَمِنْهُ الْغَمَمُ)*
*(Dan batasan wajah)* secara memanjang [vertikal] adalah *(bagian yang ada diantara tempat-tempat tumbuh rambut kepalanya)*, yakni sesuatu yang diantara sifatnya demikian *(dan)* bagian bawah *(depan janggutnya. Dan)* secara melebar [horisontal] adalah *(bagian yang ada diantara dua telinganya. Maka termasuk dari wajah adalah tempat tumbuhnya rambut dahi [jawa: sinom])*.
وَهُوَ مَا يَنْبُتُ عَلَيْهِ الشَّعْرُ مِنْ جَبْهَةِ الْأَغَمِّ إِذْ لَا عِبْرَةَ بِنَابَتِهِ فِيْ غَيْرِ مَحَلِّهِ كَمَا لَا عِبْرَةَ بِانْحِسَارِ شَعْرِ النَّاصِيَةِ
Dan _*al-Ghomam*_ [tempat tumbuhnya rambut dahi] adalah bagian/tempat yang tumbuh rambut di atasnya dari keningnya orang yang memiliki rambut dahi [rambut ini dalam bahasa jawa disebut sinom], sebab tidak diperhitungkan tumbuhnya rambut di selain tempatnya, sebagaimana tidak diperhitungkan kebotakan rambut ubun-ubun.
*(وَ)* مِنْهُ *(الْهُدُبُ وَالْحَاجِبُ وَالْعِذَارُ)*
*(Dan)* termasuk dari wajah adalah *(bulu mata [jawa: idep], alis, dan cambang [jawa: athi-athi)*.
وَهُوَ الشَّعْرُ النَّابِتُ عَلَى الْعَظْمِ النَّاتِئُ بِقُرْبِ الْأُذُنِ وَمِنْهُ البَيَاضُ الَّذِيْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْأُذُنِ
Dan _*‘idzar*_ [cambang] adalah rambut yang tumbuh di atas tulang yang menonjol [pipi] di dekat telinga. Dan termasuk dari wajah adalah kulit yang tak berbulu yang ada diantara cambang dan telinga.
*(وَالْعَنْفَقَةُ)* فَيَجِبُ غَسْلُ جَمِيْعِ الْوَجْهِ الشَّامِلِ لِمَا ذُكِرَ وَغَيْرِهِ
*(dan [termasuk bagian dari wajah adalah] rawis [bulu yang tumbuh di bawah bibir])*. Maka diwajibkan membasuh semua wajah yang mencakup terhadap bagian-bagian yang telah disebutkan tadi dan selainnya.
===========
📋 *CATATAN:*
===========
*↱¹* ```Contohnya niat haji digabung dengan niat berdagang, niat wudhu digabung dengan niat menyejukkan atau membersihkan badan, dll.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.26 BAB WUDHU Ke -1
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.26
===================
*BAB WUDHU* Ke -1
*(فَصْلٌ فِي الْوُضُوْءِ)* وَهُوَ مَعْقُوْلُ الْمَعْنٰى وَفُرِضَ مَعَ الصَّلَاةِ عَلَى الْأَوْجَهِ قَبْلَ الْهِجْرَةِ بِسَنَةٍ
*(Fasal tentang wudhu)*. Dan wudhu adalah sesuatu yang logis maknanya. Dan wudhu difardhukan bersamaan [dengan diwajibkannya] sholat menurut pendapat _*Al-Aujah*_ [pendapat yang paling kuat] *↱¹* satu tahun sebelum Hijrah.
وَهُوَ مِنْ خَصَائِصِ هٰذِهِ الْأُمَّةِ بِالنِّسْبَةِ لِبَقِيَّةِ الْأُمَمِ لَا لِأَنْبِيَائِهِمْ
Dan wudhu termasuk dari keistimewaan-keistimewaan ummat ini [ummat Nabi Muhammad ﷺ] dikaitkan dengan ummat-ummat yang lainnya, tidak [dibandingkan] dengan para Nabi mereka.
وَمُوْجِبُهُ الْحَدَثُ وَإِرَادَةُ فِعْلِ مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ وَكَذَا يُقَالُ فِي الْغُسْلِ
Dan perkara yang mewajibkan wudhu adalah hadats dan hendak mengerjakan perkara yang tergantung atas wudhu. Dan begitu juga dikatakan hal ini [hendak mengerjakan perkara yang tergantung atasnya] dalam [perkara yang mewajibkan] mandi.
*(وَفُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةٌ)* اَلْأَوَّلُ النِّيَّةُ لِمَا صَحَّ مِنْ قَوْلِهِ ﷺ *إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ* أَيْ إِنَّمَا صِحَّتُهَا بِالنِّيَّةِ
*(Fardhu-fardhu wudhu ada enam)* Yang pertama adalah niat, berdasarkan keterangan yang shohih, dari sabda Rosululloh ﷺ : _*“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu [bergantung] kepada niat”*_. Yakni sesungguhnya keabsahan amal-amal perbuatan itu [bergantung] kepada niat.
فَتَجِبُ إِمَّا *(نِيَّةُ رَفْعِ حَدَثٍ)* أَيْ رَفْعِ حُكْمِهِ وَإِنْ نَوٰى بَعْضَ أَحْدَاثِهِ كَأَنْ نَامَ وَبَالَ فَنَوٰى رَفْعِ حَدَثِ النَّوْمِ لَا الْبَوْلِ لِأَنَّ الْحَدَثَ لَا يَتَجَزَّأُ فَإِذَا ارْتَفَعَ بَعْضُهُ اِرْتَفَعَ كُلُّهُ
Maka niat diwajibkan adakalanya *(niat mengangkat hadats)*, yakni mengangkat hukum hadats, meskipun seseorang berniat [mengangkat] sebagian hadats-hadats-nya, seperti tidur dan kencing, lalu ia berniat mengangkat hadats tidurnya, bukan kencingnya, karena bahwa hadats itu tidak bisa terbagi-bagi. Maka apabila terangkat sebagiannya, terangkat pula seluruhnya.
وَكَذَا لَوْ نَوٰى غَيْرَ رَفْعِ حَدَثِهِ كَأَنْ نَامَ فَنَوٰى رَفْعَ حَدَثِ الْبَوْلِ لٰكِنْ بِشَرْطِ أَنْ يَكُوْنَ غَالِطًا وَإِلَّا كَانَ مُتَلَاعِبًا
Dan begitu juga [sah niatnya] jikalau ia berniat tidak mengangkat hadats-nya, seperti ia telah tidur, lalu ia berniat mengangkat hadats kencingnya, akan tetapi dengan syarat ia adalah orang yang keliru [dalam niat]. Dan jika tidak demikian, maka ia adalah orang yang mempermainkan [niat].
*(أَوْ)* نِيَّةُ *(الطَّهَارَةِ لِلصَّلَاةِ)* أَوْ نَحْوِهَا أَوِ الطَّهَارَةِ عَنِ الْحَدَثِ وَلَا يَكْفِيْ فِيْهِ نِيَّةُ الطَّهَارَةِ فَقَطْ وَلَا الطَّهَارَةِ الْوَاجِبَةِ عَلَى الْأَوْجَهِ
*(atau)* niat *(bersuci untuk sholat)* atau semacamnya, atau [niat] bersuci dari hadats. Dan tidak mencukupi [tidak sah] di dalam berwudhu, niat bersuci saja. Dan tidak [mencukupi pula niat] bersuci yang wajib, menurut pendapat _*Al-Aujah*_. *↱¹*
*(أَوْ)* نِيَّةُ *(نَحْوِ ذٰلِكَ)* كَنِيَّةِ أَدَاءِ الْوُضُوْءِ أَوْ فَرْضِهِ أَوِ الْوُضُوْءِ
*(atau)* niat *(seumpama hal tersebut)*, seperti niat menunaikan wudhu, atau [niat menunaikan] fardhu wudhu, atau [niat] berwudhu.
وَإِنَّمَا لَمْ تَصِحَّ نِيَّةُ الْغُسْلِ لِأَنَّهُ قَدْ يَكُوْنُ عَادَةً بِخِلَافِ الْوُضُوْءِ
Dan sesungguhnya tidak sah niat mandi [dalam berwudhu], hanyalah karena bahwasanya terkadang mandi itu menjadi suatu kebiasaan, berbeda dengan wudhu.
وَكَنِيَّةِ اسْتِبَاحَةِ مُفْتَقِرٍ إِلَى الْوُضُوْءِ كَالصَّلَاةِ وَإِنْ لَمْ يَدْخُلْ وَقْتُهَا كَالْعِيْدِ فِيْ رَجَبَ وَطَوَافٍ وَإِنْ كَانَ فِي الْهِنْدِ مَثَلًا
Dan [sah berwudhu dengan niat] seperti niat minta diperbolehkan [untuk melakukan] sesuatu yang membutuhkan kepada wudhu, seperti sholat, meskipun belum masuk waktunya. Seperti [berniat sholat] led [sah dilakukan] pada bulan Rojab, dan [niat] ber-thowaf, [sah dilakukan] meskipun ia berada di negara India, umpamanya.
وَلَا يُعْتَدُّ بِالنِّيَّةِ إِلَّا إِنْ كَانَتْ *(عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ)* فَإِنْ غَسَلَ جُزْءًا مِنْهُ قَبْلَهَا لَغَا
Dan niat tidak dianggap [tidak sah], kecuali jika keadaan niat itu *(ketika membasuh wajah)*. Maka jika seseorang telah membasuh satu bagian dari wajah sebelum niat [berwudhu], maka sia-sia [tidak diperhitungkan] basuhannya itu.
فَإِذَا قَرَنَهَا بِجُزْءٍ بَعْدَهُ كَانَ الَّذِيْ قَارَنَهَا هُوَ أَوَّلُهُ وَوَجَبَ إِعَادَةُ غَسْلِ مَا تَقَدَّمَ عَلَيْهَا
Lalu apabila ia membarengi niat dengan [membasuh] satu bagian wajah setelahnya [setelah membasuh bagian wajah sebelum niat], maka bagian wajah yang dibasuh berbarengan dengan niat itu adalah permulaan wudhunya. Dan diwajibkan mengulangi membasuh bagian wajah yang mendahului atas niat [bagian wajah yang dibasuh sebelum niat].
ثُمَّ الْمُتَوَضِّئُ إِمَّا سَلِيْمٌ وَإِمَّا سَلِسٌ فَالسَّلِيْمُ يَصِحُّ وُضُوْؤُهُ بِجَمِيْعِ النِّيَّاتِ السَّابِقَةِ بِخِلَافِ السَّلِسِ
Kemudian orang yang berwudhu itu adakalanya orang yang sehat dan adakalanya orang yang beser. Maka orang yang sehat itu sah wudhunya dengan semua niat-niat yang telah dahulu/berlalu [penjelasannya], berbeda halnya dengan orang yang beser.
*(وَ)* مِنْ ثَمَّ *(يَنْوِيْ سَلِسُ الْبَوْلِ وَنَحْوِهِ)* كَالْمَذِيْ وَالْوَدِيْ *(اِسْتِبَاحَةَ فَرْضِ الصَّلَاةِ)* أَوْ غَيْرِهَا مِنَ النِّيَّاتِ السَّابِقَةِ
*(Dan)* dari sebab itu, *(berniat orang yang beser kencing dan seumpamanya)*, seperti [beser] madzi dan wadi *(meminta dibolehkan melakukan sholat fardhu)* atau selainnya, dari niat-niat yang telah dahulu/berlalu [penjelasannya].
لَا رَفْعَ الْحَدَثِ وَالطَّهَارَةَ عَنْهُ لِأَنَّ حَدَثَهُ لَا يَرْتَفِعُ
tidak boleh [ia berniat] _“mengangkat hadats”_, dan _“bersuci dari hadats”_, karena bahwa hadats orang yang beser itu tidak akan bisa terangkat [selalu ada].
وَيَسْتَبِيْحُ السَّلِسُ بِذٰلِكَ مَا يَسْتَبِيْحُهُ الْمُتَيَمِّمُ مِمَّا يَأْتِيْ
Dan orang yang beser minta dibolehkan dengan niat itu, akan sesuatu yang minta dibolehkannya orang yang ber-tayammum, dari hal-hal yang akan datang [penjelasannya].
وَإِنَّمَا تَلْزَمُهُ نِيَّةُ اسْتِبَاحَةِ الْفَرْضِ إِنْ تَوَضَّأَ لِفَرْضٍ
Dan sesungguhnya wajib bagi orang yang beser, niat minta diperbolehkan melakukan sholat fardhu, hanyalah jika ia berwudhu untuk melakukan sholat fardhu.
===========
📋 *CATATAN:*
===========
*↱¹* ```Menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama’ pengikut mdazhab syafi’i dimana yang paling kuat disebut dengan al-aujah.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.25 BAB AMALAN-AMALAN FITROH Ke-4
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.25
===================
*(وَيُكْرَهُ الْقَزَعُ)* وَهُوَ حَلْقُ بَعْضِ الرَّأْسِ لِلنَّهْيِ عَنْهُ
*(Dan dimakruhkan al-Qoza‘)* yaitu mencukur sebagian rambut kepala, karena ada larangan tentang hal itu.
وَلَا بَأْسَ بِحَلْقِ جَمِيْعِهِ لِمَنْ لَا يَخِفُّ عَلَيْهِ تَعَهُّدُهُ وَتَرْكِهِ لِمَنْ يَخِفُّ عَلَيْهِ
Dan tidak mengapa [diperbolehkan] mencukur seluruhnya [meng-gunduli] bagi orang-orang yang tidak ringan [tidak mudah] baginya untuk mengurus rambutnya, dan [diperbolehkan] tidak mencukur seluruhnya [tidak meng-gunduli kepalanya] bagi orang-orang yang ringan [mudah] baginya [untuk mengurusnya].
وَلَوْ خَشِيَ مِنْ تَرْكِهِ مَشَقَّةً سُنَّ لَهُ حَلْقُهُ وَفَرْقُهُ سُنَّةٌ
Dan jikalau seseorang khawatir terhadap bahaya karena tidak mencukurnya, maka disunnahkan baginya untuk mencukur rambutnya. Dan menyisir belah dua rambut itu adalah sunnah. *↱¹*
*(وَنَتْفُ الشَّيْبِ)* لِأَنَّهُ نُوْرٌ بَلْ قَالَ فِي الْمَجْمُوْعِ وَلَوْ قِيْلَ بِتَحْرِيْمِهِ لَمْ يَبْعُدْ وَنَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ
*(Dan [makruh] mencabut uban)* karena sesungguhnya uban adalah cahaya. Bahkan Imam An-Nawawi telah berkata di dalam kitab Al-Majmu: “Dan jikalau dikatakan diharamkan mencabut uban, maka pernyataan itu tidak mustahil, dan telah dinyatakan atas pengharamannya di dalam kitab Al-Umm.”
*(وَنَتْفُ اللِّحْيَةِ)* إِيْثَارًا لِلْمُرُوْدَةِ وَطَلْيُهَا بِالْكِبْرِيْتِ اِسْتِعْجَالًا لِلشَّيْخُوْخَةِ وَتَصْفِيْفُهَا طَاقَةً فَوْقَ طَاقَةٍ تَحْسِيْنًا
*(Dan [makruh] mencabut jenggot)* guna mengutamakan sifat kemudaan, dan [makruh] mengoles jenggot dengan belerang guna mempercepat penuaan [terlihat tua] dan [makruh] mengatur barisan jenggot sebaris demi sebaris guna memperindah.
وَالزِّيَادَةُ فِيْهَا وَالنَّقْصُ مِنْهَا بِالزِّيَادَةِ فِيْ شَعْرِ الْعِذَارَيْنِ مِنَ الصُّدْغَيْنِ أَوْ أَخْذُ بَعْضِ الْعِذَارِ فِيْ حَلْقِ الرَّأْسِ
Dan [makruh] kelebihan pada jenggot [terlalu panjang], dan kekurangan darinya [terlalu pendek], dengan kelebihan pada bulu dua cambang [jawa: athi-athi, yakni bulu-bulu di tepi pipi yang sehadapan dengan telinga] dari dua pelipis, atau mengambil [menghilangkan] sebagian bulu cambang dalam mencukur [rambut] kepala.
وَنَتْفُ جَانِبَيِ الْعَنْفَقَةِ وَتَرْكُهَا شَعْثَةً إِظْهَارًا لِقِلَّةِ الْمُبَالَاةِ بِنَفْسِهِ
Dan [makruh] mencabut dua sisi ‘anfaqoh/rawis [bulu yang tumbuh di bawah bibir] dan membiarkannya agar kusut, karena menampakkan kurangnya kepedulian terhadap dirinya sendiri,
وَالنَّظَرُ فِيْ بَيَاضِهَا وَسَوَادِهَا إِعْجَابًا وَافْتِخَارًا
dan [makruh] memperlihatkan pada putihnya rambut 'anfaqoh/rawis dan hitamnya guna mengagumkan dan berbangga diri.
وَلَا بَأْسَ بِتَرْكِ سِبَالَيْهِ وَهُمَا طَرَفَ الشَّارِبِ
Dan tidak mengapa [diperbolehkan] membiarkan dua bulu misai, yaitu dua bulu di ujung kumis.
*(وَ)* يُكْرَهُ بِلَا عُذْرٍ *(الْمَشْيُ فِيْ نَعْلٍ وَاحِدٍ)* لِلنَّهْيِ الصَّحِيْحِ عَنْهُ
*(Dan)* dimakruhkan dengan tanpa udzur *(berjalan pada satu sandal)*, karena ada larangan yang shohih tentang hal itu.
وَالْمَعْنٰى فِيْهِ أَنَّ مَشْيَهُ يَخْتَلُّ بِذٰلِكَ
Dan makna dalam pelarangan itu adalah bahwa berjalannya orang tersebut menjadi cacat sebab hal itu.
وَقِيْلَ لِمَا فِيْهِ مِنْ تَرْكِ الْعَدْلِ بَيْنَ الرِّجْلَيْنِ وَكَالنَّعْلِ الْخَفُّ وَنَحْوُهُ
Dan dikatakan [oleh satu pendapat]: "karena ada alasan di dalamnya, berupa tidak bersikap adil diantara kedua kaki”. Dan sama seperti sandal adalah [ketentuan memakai] khuff/muzah [sejenis sepatu] dan seumpamanya.
*(وَالْاِنْتِعَالُ قَائِمًا)* لِلنَّهْيِ الصَّحِيْحِ عَنْهُ أَيْضًا وَلِأَنَّهُ يُخْشٰى مِنْهُ سُقُوْطُهُ
(dan [makruh] memakai sandal sambil berdiri) karena ada larangan yang shohih tentang hal itu juga, dan karena bahwasanya dikhawatirkan lantaran memakai sandal sambil berdiri itu akan terjatuh dirinya.
وَإِطَالَةُ الْعَذَبَةِ وَالثَّوْبِ وَالْإِزَارِ عَنِ الْكَعْبَيْنِ لَا لِلْخُيَلَاءِ وَإِلَّا حَرُمَ
Dan [makruh] memanjangkan rumbai sorban *↱²* pakaian dan sarung [melewati] dua mata kaki, [yang] bukan karena sombong. Dan jika tidak [jika karena sombong] maka diharamkan.
وَلُبْسُ الْخَشِنِ لِغَيْرِ غَرَضٍ شَرْعِيٍّ خِلَافُ الْأَوْلٰى
Dan memakai pakaian yang kasar bukan karena tujuan syari'at adalah menyalahi hal yang lebih utama.
وَيُسَنُّ أَنْ يَبْدَأَ بِيَمِيْنِهِ لُبْسًا وَبِيَسَارِهِ خَلْعًا
Dan disunnahkan memulai dengan tangan kanannya dalam memakai [pakaian] dan [memulai] dengan tangan kirinya dalam melepas [pakaian].
وَأَنْ يَخْلَعَ نَعْلَيْهِ إِذَا جَلَسَ وَأَنْ يَجْعَلَهُمَا وَرَاءَهُ أَوْ بِجَنْبِهِ إِلَّا لِعُذْرٍ كَخَوْفٍ عَلَيْهِمَا
Dan hendaknya ia melepas kedua sandalnya apabila ia telah duduk, dan meletakkan keduanya di belakangnya atau di sampingnya, kecuali karena ada udzur seperti khawatir atas kedua [sandal]-nya.
وَأَنْ يَطْوِيَ ثِيَابَهُ ذَاكِرًا اِسْمَ اللّٰهِ وَأَنْ يَجْعَلَ عَذَبَتَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ وَكَمِّهِ إِلٰى رِسْغِهِ
Dan hendaknya ia melipat pakaiannya dengan menyebut nama Alloh. Dan hendaknya ia menjadikan [meletakkan] rumbai sorbannya diantara kedua pundaknya, dan [membuat] lengan bajunya sampai pergelangannya.
وَلِلْمَرْأَةِ إِرْسَالُ ثَوْبِهَا عَلَى الْأَرْضِ ذِرَاعًا وَلَا يُكْرَهُ إِرْسَالُ الْعَذَبَةِ وَلَا عَدَمُهُ.
Dan boleh bagi wanita untuk menjulurkan pakaiannya ke atas tanah, dengan [kelebihan] seukuran satu dziro'. Dan tidak dimakruhkan [bagi wanita] menjulurkan rumbai sorban dan tidak dimakruhkan juga tidak menjulurkannya.
===========
📋 *CATATAN:*
===========
*↱¹* ```Yakni disunnahkan menjadikan rambut kepala menjadi dua belahan dengan menyisir rambut ke kiri dan ke kanan, sehingga masing-masing belahan mempunyai jambul/poni. Hal ini berdasarkan Hadits shohih:```
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ ﷺ كَانَ يَسْدُلُ شَعْرَهُ وَكَانَ الْمُشْرِكُوْنَ يَفْرُقُوْنَ رُءُوْسَهُمْ فَكَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَسْدُلُوْنَ رُءُوْسَهُمْ، وَكَانَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِيْمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيْهِ بِشَيْءٍ، ثُمَّ فَرَقَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ رَأْسَهُ (رواه البخاري)
```Artinya:```
```Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra: "Sesungguhnya Rosululloh ﷺ dulu mengurai rambutnya (yakni tidak membelah rambutnya) dan kaum musyrik pada saat itu membelah rambut-rambut mereka, sedangkan ahlul kitab mengurai rambut-rambut mereka. Dan adalah Rosululloh ﷺ itu suka mencocoki ahlul kitab pada perkara yang tidak diperintahkan untuk menyelisihi mereka. Lalu pada akhirnya Rosululloh ﷺ pun membelah rambutnya.” (HR. Bukhori)```
*↱²* ```Rumbai sorban adalah ujung sorban yang menjuntai setelah dililitkan di kepala.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.24 BAB AMALAN-AMALAN FITROH Ke -3
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.24
===================
*(وَ)* أَنْ *(يُقَلِّمَ الظُّفْرَ)*
*(Dan [disunnahkan])* hendaknya *(ia memotong kuku)*.
وَالْأَفْضَلُ أَنْ يَبْدَأَ بِسَبَابَةِ يَدِهِ الْيُمْنٰى ثُمَّ الْوُسْطٰى فَالْبِنْصِرِ فَالْخِنْصِرِ فَالْإِبْهَامِ فَخِنْصِرِ الْيُسْرٰى فَالْبِنْصِرِ فَالْوُسْطٰى فَالسَّبَابَةِ فَالْإِبْهَامِ
Yang paling utama hendaknya ia memulai [memotong kuku] dengan jari telunjuk tangannya yang kanan, kemudian jari tengah, lalu jari manis, lalu jari kelingking, lalu ibu jari [jempol], lalu jari kelingking [tangan] kirinya, lalu jari manis, lalu jari tengah, lalu jari telunjuk, lalu ibu jari [jempol].
أَمَّا رِجْلَاهُ فَيُقَلِّمُهُمَا كَمَا يُخَلِّلُهُمَا فِي الْوُضُوْءِ
Adapun kedua kakinya, maka ia memotong [kuku] kedua kakinya, sebagaimana [tata cara] menyela-nyelai [jemari] dua kaki di dalam berwudhu.
*(وَ)* أَنْ *(يَنْتِفَ الْإِبْطَ)* وَيَحْصُلُ أَصْلُ السُّنَّةِ بِحَلْقِهِ هٰذَا إِنْ قَدَرَ عَلَى النَّتْفِ وَإِلَّا فَالْحَلْقُ أَفْضَلُ
*(Dan [disunnahkan])* hendaknya *(ia mencabut bulu ketiak)*, dan diperoleh pokok kesunnahan dengan mencukurnya. Ketentuan ini [berlaku] jika seseorang mampu atas mencabutnya, dan jika tidak [mampu], maka mencukurnya itu lebih utama.
*(وَ)* أَنْ *(يُزِيْلَ شَعْرَ الْعَانَةِ)* وَالْأَوْلٰى لِلذَّكَرِ حَلْقُهُ وَلِلْمَرْأَةِ نَتْفُهُ
*(Dan [disunnahkan])* hendaknya *(ia menghilangkan bulu kemaluan [jawa: jembut])*. Dan yang lebih utama bagi laki-laki adalah mencukurnya, dan bagi wanita adalah mencabutnya. *↱¹*
وَلَا يُؤَخِّرُ مَا ذُكِرَ عَنْ وَقْتِ الْحَاجَةِ وَيُكْرَهُ كَرَاهَةً شَدِيْدَةً تَأْخِيْرُهَا عَنْ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
Dan tidak boleh mengakhirkan hal-hal yang telah disebutkan *↱²* dari waktu hajat. *↱³* Dan dimakruhkan dengan kemakruhan yang sangat parah, menunda-nunda [pelaksanaan] hal-hal tersebut [lebih] dari 40 hari.
وَيُسَنُّ أَيْضًا غَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَهِيَ عَقْدُ ظُهُوْرِ الْأَصَابِعِ وَإِزَالَةُ وَسَخِ مَعَاطِفِ الْأُذُنِ وَالْأَنْفِ وَسَائِرِ الْبَدَنِ
Dan disunnahkan juga membasuh buku-buku jari [ruas-ruas jari], yaitu lengkungan [semacam garis lipatan] yang nampak jelas dari jari-jari, dan menghilangkan kotoran yang ada pada lipatan-lipatan telinga, hidung dan seluruh badan.
*(وَ)* أَنْ *(يُسَرِّحَ اللِّحْيَةَ وَ)* أَنْ *(يَخْضَبَ الشَّيْبَ بِحُمْرَةٍ أَوْ صُفْرَةٍ)* لِلْاِتِّبَاعِ
*(dan [disunnahkan])* hendaknya *(ia menyisir jenggot dan [disunnahkan])* hendaknya *(ia mewarnai/menyemir uban dengan warna merah atau kuning)*, karena mencontoh [Nabi ﷺ].
وَيَحْرُمُ السَّوَادُ إِلَّا لِإِرْهَابِ الْكُفَّارِ كَغَازٍ
Dan diharamkan [mewarnai uban dengan] warna hitam, kecuali untuk menggentarkan orang-orang kafir, seperti orang yang perang.
*(وَ)* أَنْ تَخْضَبَ الْمَرْأَةُ *(الْمُزَوَّجَةُ يَدَيْهَا وَرِجْلَيْهَا بِالْحِنَّاءِ)* إِنْ كَانَ زَوْجُهَا يُحِبُّ ذٰلِكَ
*(dan [disunnahkan])* hendaknya mewarnai [bagi] seorang wanita *(yang sudah dinikahi [telah bersuami], pada kedua tangannya dan kedua kakinya dengan inai [Inggris: Henna])* jika keadaan suaminya menyukai hal itu,
وَيُسَنُّ الْبَدَاءَةُ فِيْ كُلِّ ذٰلِكَ بِالْيُمْنٰى أَمَّا غَيْرُهَا فَلَا يُنْدَبُ لَهَا ذٰلِكَ
Dan disunnahkan memulai pada setiap pekerjaan tersebut dengan tangan kanan. Adapun selain wanita yang sudah dinikahi, maka tidak disunnahkan baginya hal [mewarnai tangan dan kakinya] itu.
بَلْ يَحْرُمُ عَلَيْهَا الْخَضْبُ بِالسَّوَادِ وَتَطْرِيْفُ الْأَصَابِعِ وَتَحْمِيْرُ الْوَجْنَةِ إِنْ كَانَتْ خَلِيَّةً أَوْ لَمْ يَأْذَنْ حَلِيْلُهَا
Bahkan diharamkan bagi wanita mewarnai [rambut, tangan dan kakinya] dengan warna hitam, dan meruncingkan ujung-ujung jemarinya [kuku-kukunya], dan memerahkan bagian pipi yang menonjol, jika keadaannya sebagai wanita yang masih lajang [tidak bersuami], atau tidak diizinkan oleh laki-laki yang halal baginya [suaminya atau tuannya].
وَكَذَا يَحْرُمُ عَلَيْهَا وَصْلُ شَعْرِهَا بِشَعْرِ نَجِسٍ أَوْ بِشَعْرِ آدَمِيٍّ مُطْلَقًا
Dan begitu juga diharamkan bagi wanita menyambung rambutnya dengan rambut yang najis [seperti rambut yang diambil dari bangkai hewan] atau dengan rambut manusia secara mutlak [baik wanita lajang maupun bersuami].
وَكَذَا بِالطَّاهِرِ عَلَى الْخَلِيَّةِ وَالْمُزَوَّجَةِ وَالْمَمْلُوْكَةِ بِغَيْرِ إِذْنِ حَلِيْلِهَا
Dan begitu juga [diharamkan menyambung rambut] dengan rambut yang suci bagi wanita lajang. Dan [diharamkan pula bagi] wanita yang bersuami, dan wanita yang dimiliki [budak perempuan] dengan tanpa izin laki-laki yang halal baginya [suaminya atau tuannya].
وَالْوَشْرُ وَهُوَ تَحْدِيْدُ أَطْرَافِ الْأَسْنَانِ وَتَفْرِيْقُهَا كَالْوَصْلِ بِشَعْرِ طَاهِرٍ
Dan meruncingkan gigi [jawa: mangur untu], yaitu melancipkan ujung-ujung gigi dan merenggangkannya itu [hukumnya sama] seperti menyambung rambut dengan rambut yang suci.
وَلَا بَأْسَ بِتَصْفِيْفِ الطُّرَرِ وَتَسْوِيَةِ الْأَصْدَاغِ
Dan tidak mengapa [diperbolehkan] untuk mencukur rata rambut di dahi [agar terlihat lebar dahinya] dan meratakan bulu-bulu pelipis.
=============
📋 *CATATAN:*
=============
*↱¹* ```Karena ada pendapat sebagian Ulama yang mengatakan bahwa mencukur bulu kemaluan itu dapat menguatkan syahwat (hasrat seks) dan mencabutnya dapat melemahkan syahwat, sementara syahwatnya wanita itu lebih kuat daripada syahwatnya laki-laki.```
*↱²* ```Yakni memakai minyak rambut, bercelak mata, menggunting kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan menghilangkan bulu kemaluan.```
*↱³* ```Yang dimaksud waktu hajat disini adalah waktu ketika kuku, kumis, bulu ketiak dan bulu kemaluan sudah memanjang dan perlu untuk dipotong. Karena kesemuanya itu apabila telah memanjang bisa menjadi tempat bersarangnya setan.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.23 BAB AMALAN-AMALAN FITROH Ke -2
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.23 BAB AMALAN-AMALAN FITROH Ke -2
*(وَيَحْصُلُ)* فَضْلُهُ *(بِكُلِّ خَشِنٍ)* وَلَوْ نَحْوَ أُشْنَانٍ
*(Dan akan diperoleh)* keutamaan ber-siwak *(dengan menggunakan setiap benda yang kasar)*, walaupun [dengan menggunakan] seumpama jerami.
*(لَا أُصْبُعِهِ)* الْمُتَّصِلَةِ بِهِ وَإِنْ كَانَتْ خَشِنَةً لِأَنَّهَا لَا تُسَمّٰى سِوَاكًا لِأَنَّهَا جُزْءٌ مِنْهُ
*(Tidak dengan jarinya)* yang masih bersambung [menyatu] dengan dirinya meskipun jarinya itu kasar, karena bahwa jarinya itu tidak disebut dengan siwak, karena jarinya itu masih menjadi bagian dari dirinya.
أَمَّا أُصْبُعُ غَيْرِهِ أَوْ أُصْبُعُهُ الْمُنْفَصِلَةُ عَنْهُ فَتُجْزِئُ إِنْ كَانَتْ خَشِنَةً وَإِنْ وَجَبَ دَفْنُهَا فَوْرًا
Adapun jari orang lain atau jarinya yang sudah terpisah [terlepas] dari dirinya, maka jari-jari itu mencukupi [sah untuk ber-siwak] jika jari-jari itu kasar, meskipun diwajibkan mengubur jari yang terlepas itu dengan segera.
*(وَالْأَرَاكُ أَوْلٰى ثُمَّ النَّخْلُ)* ثُمَّ ذُوْ الرِّيْحِ ثُمَّ الطِّيْبُ ثُمَّ الْيَابِسُ الْمُنَدّٰى بِالْمَاءِ ثُمَّ الْعُوْدُ
*(Dan kayu arok itu lebih utama, kemudian kayu pohon kurma)*, kemudian kayu yang memiliki aroma, kemudian kayu yang wangi, kemudian kayu yang kering yang dibasahi dengan air, kemudian kayu pohon.
وَلَا يُكْرَهُ بِسِوَاكِ الْغَيْرِ إِذَا أَذِنَ وَإِلَّا حَرُمَ
Dan tidak dimakruhkan ber-siwak dengan memakai siwak milik orang lain apabila ia telah mengizinkan, dan jika tidak [dapat izin] maka diharamkan.
*(وَيُسْتَحَبُّ)* إِذَا لَمْ يَجِدْ سِوَاكًا رَطْبًا أَوْ لَمْ يُرِدِ الْإِسْتِيَاكَ بِهِ *(أَنْ يَسْتَاكَ بِيَابِسٍ نُدِّيَ بِالْمَاءِ)* لَا بِغَيْرِهِ
*(Dan disunnahkan)* ketika ia tidak menemukan siwak yang basah, atau [ia menemukannya, namun] ia tidak ingin ber-siwak dengannya, *(agar ia ber-siwak dengan siwak yang kering yang dibasahi dengan air)* tidak dengan selainnya.
لِأَنَّ فِي الْمَاءِ مِنَ التَّنْظِيْفِ الْمَقْصُوْدِ مَا لَيْسَ فِيْ غَيْرِهِ
Karena sesungguhnya pada air terdapat proses pembersihan yang dimaksud, hal yang tidak ada pada selainnya.
*(وَأَنْ يَسْتَاكَ عُرْضًا)* أَيْ فِيْ عُرْضِ الْأَسْنَانِ ظَاهِرِهَا وَبَاطِنِهَا لِحَدِيْثٍ مُرْسَلٍ فِيْهِ
*(dan hendaknya ia ber-siwak secara melebar [horizontal])* yakni pada lebarnya gigi-gigi, bagian luarnya dan bagian dalamnya, berdasarkan hadits mursal mengenai masalah ini.
وَيُكْرَهُ طُوْلًا لِأَنَّهُ قَدْ يُدْمِيْ اللَّثَّةَ وَيُفْسِدُهَا
Dan dimakruhkan ber-siwak secara memanjang [vertical], karena ber-siwak secara memanjang terkadang dapat menyebabkan gusi berdarah dan bisa merusak gusi.
*(إِلَّا فِي اللِّسَانِ)* فَيُسَنُّ فِيْهِ طُوْلًا لِحَدِيْثٍ فِيْهِ
*(Kecuali [ber-siwak] pada lidah)* maka disunnahkan ber-siwak padanya secara memanjang [vertical], berdasarkan hadits [yang menjelaskan] mengenai hal ini.
وَيُكْرَهُ بِمِبْرَدٍ وَمَعَ الْكَرَاهَةِ يَحْصُلُ لَهُ أَصْلُ السُّنَّةِ
Dan dimakruhkan ber-siwak dengan alat kikir. Dan bersamaan dengan kemakruhan itu, akan diperoleh [berhasil] baginya asal kesunnahan.
وَيُسَنُّ كَوْنُهُ بِالْيَدِ الْيُمْنٰى وَإِنْ كَانَ لِإِزَالَةِ تَغَيُّرٍ لِأَنَّ الْيَدَ لَا تُبَاشِرُهُ
Dan disunnnahkan adanya ber-siwak itu dengan tangan kanan, meskipun adanya ber-siwak itu untuk menghilangkan berubahnya [bau mulut], karena sesungguhnya tangan tidak melakukan penghilangan itu secara langsung.
وَأَنْ يَبْدَأَ بِجَانِبِ فَمِهِ الْأَيْمَنِ ويُذْهِبَ إِلَى الْوَسَطِ ثُمَّ الْأَيْسَرِ وَيُذْهِبَ إِلَيْهِ
Dan hendaknya ia mengawali [ber-siwak] dengan sisi mulutnya yang kanan, dan memberjalankan [alat siwak] sampai ke tengah, kemudian [dengan sisi mulutnya] yang kiri, dan memberjalankan [alat siwak] ke tengah [lagi].
*(وَ)* يُسْتَحَبُّ *(أَنْ يَدَّهِنَ غِبًّا)* أَيْ وَقْتًا بَعْدَ وَقْتٍ
*(Dan)* disunnahkan *(memakai minyak rambut setiap saat)*, yakni dari waktu ke waktu.
*(وَ)* أَنْ *(يَكْتَحِلَ وِتْرًا)* ثَلَاثَةً فِي الْعَيْنِ الْيُمْنٰى ثُمَّ ثَلَاثَةً فِي الْيُسْرٰى
*(dan)* hendaknya *(bercelak mata secara ganjil)*, tiga kali pada mata yang kanan, kemudian tiga kali pada mata yang kiri.
*(وَ)* أَنْ *(يَقُصَّ الشَّارِبَ)* حَتّٰى تَبَيَّنَ حُمْرَةُ الشَّفَةِ بَيَانًا ظَاهِرًا وَلَا يَزِيْدُ عَلٰى ذٰلِكَ
*(dan)* hendaknya *(menggunting kumis)* hingga menjadi jelas merahnya bibir, dengan jelas yang tampak terlihat, dan ia tidak boleh menambahkan dari batasan tersebut.
وَهٰذَا هُوَ الْمُرَادُ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ الْوَارِدِ فِي الْحَدِيْثِ كَمَا قَالَ النَوَوِيُّ
Dan memotong kumis ini adalah hal yang dimaksud dengan memotong kumis pendek-pendek yang berlaku [diriwayatkan] dalam hadits, sebagaimana apa yang dikatakan oleh Imam An-Nawawi.
وَاخْتَارَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِيْنَ أَنَّ حَلْقَهُ سُنَّةٌ أَيْضًا لِحَدِيْثٍ فِيْهِ
Dan sebagian Ulama Muta'akhiriin *↱¹* telah memilih [pendapat] bahwa mencukur kumis adalah sunnah juga, berdasarkan hadits tentang hal ini.
============
📋 *CATATAN:*
============
*↱¹* ```Ulama Muta'akhiriin adalah para Ulama yang hidup sesudah abad 4 Hijriyah.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.22 BAB AMALAN-AMALAN FITROH Ke -1
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.22
===================
█ *AMALAN-AMALAN FITROH* █
*(فَصْلٌ)* فِيْ خِصَالِ الْفِطْرَةِ *(يُسَنُّ السِّوَاكُ فِيْ كُلِّ حَالٍ)* لِلْأَحَادِيْثِ الْكَثِيْرَةِ الشَّهِيْرَةِ
*(Fasal)* mengenai berbagai perkara fithroh *↱¹ (Disunnahkan ber-siwak pada setiap kondisi)*, berdasarkan hadits-hadits yang banyak lagi terkenal.
وَلَوْ أَكَلَ نَجِسًا وَجَبَ إِزَالَةُ دُسُوْمَتِهِ بِسِوَاكٍ أَوْ غَيْرِهِ
Dan seandainya seseorang memakan najis, maka diwajibkan menghilangkan kotoran yang ada di dalam mulutnya dengan cara ber-siwak atau selainnya.
*(وَيَتَأَكَّدُ لِلْوُضُوْءِ وَ)* التَّيَمُّمِ لِخَبَرٍ فِيْهِ
*(Dan ber-siwak sangat dianjurkan untuk [hendak] berwudhu dan)* ber-tayammum, hal ini berdasarkan hadits tentang hal itu.
وَيَتَأَكَّدُ عِنْدَ إِرَادَةِ *(الصَّلَاةِ لِكُلِّ إِحْرَامٍ)* وَلَوْ لِنَفْلٍ وَسَجْدَةِ تِلَاوَةٍ أَوْ شُكْرٍ
Dan ber-siwak sangat dianjurkan ketika hendak melaksanakan *(sholat pada setiap takbirotul ihrom)*, walaupun pada sholat sunnah, sujud tilawah atau sujud syukur,
وَإِنْ كَانَ فَاقِدَ الطَّهُوْرَيْنِ وَلَمْ يَتَغَيَّرْ فَمُهُ وَاسْتَاكَ لِلْوُضُوْءِ وَقَرُبَ الْفَصْلُ
meskipun keadaan orang yang hendak sholat itu adalah orang yang tertiadakan dari dua alat bersuci [air dan debu], dan [meskipun bau] mulutnya belum berubah, dan [meskipun] ia telah ber-siwak untuk berwudhu dan sebentar waktu jeda-nya.
لِلْخَبَرِ الصَّحِيْحِ *رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاكٍ*
[Hal ini] berdasarkan hadits shohih: _*“[Sholat] 2 roka'at yang disertai dengan ber-siwak lebih baik daripada sholat 70 roka'at tanpa disertai dengan ber-siwak.”*_
وَيَظْهَرُ أَنَّهُ لَوْ خَشِيَ تَنَجُّسَ فَمِهِ لَمْ يُنْدَبْ لَهَا
Dan jelas bahwasanya jikalau seseorang khawatir akan terkena najis mulutnya [kalau ia ber-siwak], *↱²* maka tidak disunnahkan ber-siwak untuk sholat.
وَأَنَّهُ لَوْ تَذَكَّرَ فِيْهَا أَنَّهُ تَرَكَهُ تَدَارَكَهُ بِفِعْلٍ قَلِيْلٍ
Dan bahwasanya jikalau ia teringat dalam sholatnya, bahwa ia belum ber-siwak, maka ia boleh menyusulnya [ber-siwak] dengan perbuatan [gerakan] yang sedikit.
*(وَ)* عِنْدَ *(إِرَادَةِ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالْحَدِيْثِ وَالذِّكْرِ)* وَكَذَا كُلِّ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ وَيَكُوْنُ قَبْلَ الْاِسْتِعَاذَةِ
*(Dan)* [sangat dianjurkan ber-siwak] ketika *(hendak membaca Al-Qur‘an, Hadits dan ber-dzikir)* dan begitu juga [ketika hendak membaca atau mempelajari] setiap ilmu syari'at, dan adanya ber-siwak itu sebelum ber-ta’awwudz [sebelum mengucapkan _a’ūdzu billāhi minasy Syaithōnir Rojīm_ ].
*(وَاصْفِرَارِ الْأَسْنَانِ)* يَعْنِيْ تَغَيُّرَهَا وَإِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ فَمُهُ
*(Dan [sangat dianjurkan ber-siwak ketika] menguning gigi-giginya)*, pengarang [Syekh Abdulloh bin Abdurrohman Bafadhol Al-Hadhromiy] bermaksud: _“berubah gigi-giginya, meskipun tidak berubah mulutnya.”_
*(وَ)* عِنْدَ *(دُخُوْلِ الْبَيْتِ)* أَيِ الْمَنْزِلِ وَيَصِحُّ أَنْ يُرَادَ بِهِ الْكَعْبَةُ إِذْ يَتَأَكَّدُ لِدُخُوْلِ كُلِّ مَسْجِدٍ
*(Dan)* ketika hendak *(masuk rumah)* yakni tempat tinggal. Dan sah bahwa yang dimaksud dengan _*al-Bait*_ adalah Ka'bah, sebab ber-siwak sangat dianjurkan [ketika] untuk memasuki setiap masjid,
*(وَ)* عِنْدَ *(الْقِيَامِ مِنَ النَّوْمِ)* لِأَنَّهُ يُوْرِثُ التَّغَيُّرَ (وَ) عِنْدَ (إِرَادَةِ النَّوْمِ) لِأَنَّهُ يُخَفِّفُ التَّغَيُّرَ النَّاشِئَ مِنْهُ
*(dan)* ketika *(bangun dari tidur)*, karena sesungguhnya tidur itu mewariskan [menyebabkan] berubahnya mulut. *(dan)* ketika *(hendak tidur)* karena sesungguhnya siwak meringankan perubahan mulut yang timbul dari tidur.
*(وَ)* يَتَأَكَّدُ أَيْضًا *(لِكُلِّ حَالٍ يَتَغَيَّرُ فِيْهِ الْفَمُ)* وَعِنْدَ كُلِّ طَوَافٍ وَخُطْبَةٍ وَأَكْلٍ وَبَعْدَ الْوِتْرِ وَفِي السَّحَرِ
*(Dan)* ber-siwak sangat dianjurkan juga *(karena setiap kondisi, yang dalam kondisi tersebut mulut akan berubah)* dan ketika setiap [hendak melakukan] thowaf, khuthbah, makan, dan setelah sholat witir dan di waktu sahur.
وَلِلصَّائِمِ قَبْلَ أَوَانِ الْخَلُوْفِ
Dan bagi orang yang berpuasa [boleh ber-siwak] sebelum waktu-waktu terjadinya perubahan bau mulut,
وَعِنْدَ الْاِحْتِضَارِ لِأَنَّهُ يُسَهِّلُ طُلُوْعَ الرُّوْحِ
Dan [ber-siwak sangat dianjurkan juga] ketika sakarotul Maut, karena sesungguhnya siwak memudahkan keluarnya ruh.
وَيُسَنُّ التَّخَلُّلُ قَبْلَ السِّوَاكِ وَبَعْدَهُ وَمِنْ آثَارِ الطَّعَامِ
Dan disunnahkan menyela-nyelai gigi [jawa: nyukili untu] sebelum ber-siwak dan setelahnya, dan dari bekas-bekas makanan.
*(وَيُكْرَهُ لِلصَّائِمِ بَعْدَ الزَّوَالِ)* وَإِنِ احْتَاجَ إِلَيْهِ لِتَغَيُّرٍ حَدَثَ فِيْ فَمِهِ مِنْ غَيْرِ الصَّوْمِ كَأَنْ نَامَ أَوْ أَكَلَ ذَا رِيْحٍ كَرِيْهٍ نَاسِيًا
*(Dan dimakruhkan ber-siwak bagi orang yang berpuasa setelah tergelincirnya matahari)*, meskipun ia membutuhkan untuk ber-siwak, karena perubahan yang baru terjadi pada mulutnya [yang timbul] bukan dari puasa, seperti ia tidur atau memakan makanan yang mempunyai bau tak sedap dalam kondisi lupa.
لِأَنَّهُ يُزِيْلُ الْخَلُوْفَ الْمَطْلُوْبَ إِبْقَاؤُهُ فَإِنَّهُ عِنْدَ اللّٰهِ أَطْيَبُ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ
Karena sesungguhnya ber-siwak dapat menghilangkan bau mulut yang dituntut untuk tetap adanya, karena sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Alloh itu lebih wangi dari pada bau misik.
وَلَوْ لَمْ يَتَعَاطَ مُفْطِرًا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ تَغَيُّرُ الْفَمِ لَيْلًا كُرِهَ لَهُ السِّوَاكُ مِنْ بَعْدِ الْفَجْرِ
Dan jikalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang membatalkan puasa, yang menyebabkan dari mengkonsumsinya itu terjadi perubahan mulut di malam hari, maka dimakruhkan baginya ber-siwak mulai setelah [masuk waktu] Fajar [Shubuh],
لِأَنَّهُ يُزِيْلُ الْخَلُوْفَ النَّاشِئَ مِنَ الصَّوْمِ دُوْنَ غَيْرِهِ
karena sesungguhnya ber-siwaknya itu dapat menghilangkan bau mulut yang timbul dari berpuasa, bukan dari selainnya.
============
📋 *CATATAN:*
============
*↱¹* ```Fithroh adalah asal penciptaan (karakter bawaan atau sifat alami), yang menjadi sifat seorang bayi ketika dilahirkan dari ibunya. Sedangkan perkara Fithroh adalah perkara-perkara yang berkaitan dengan asal penciptaan manusia yang dituntut untuk dikerjakan.```
*↱²* ```Misalnya jika ia bersiwak maka giginya akan berdarah.```
KISAH SEORANG MURID DIBAWA KE SURGA OLEH IBLIS
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
█ *KISAH SEORANG MURID DIBAWA KE SURGA OLEH IBLIS* █
Suatu ketika iblis tidak senang dengan seorang murid, ia begitu dengki dengan seorang murid yang hidupnya dalam kebaikan. Rutinitas seorang murid itu menghadiri majelis gurunya diantara waktu maghrib dan isya’. Gurunya selalu mengajarkan dan mengingatkan tentang cara berinteraksi dengan Alloh dengan batin mereka.
Iblis yang sangat dengki dan iri kepada murid yang dekat dengan gurunya itu lalu mendatanginya dengan menyerupai malaikat. Iblis itu hendak mengajak si murid ke surga. Kemudian iblis dengan kemampuan tipu dayanya menggambarkan keindahan surga kepada si murid tersebut. Si murid ini merasa terpesona dan takjub melihat keindahan surga. Maka berkatalah iblis kepadanya:
_“Engkau dapat mengunjungi surga ini setiap ba'da Magrib.”_
Lalu iblis mengembalikan sang murid ini pada tengah malam. Iblis mengajaknya pergi setelah waktu antara maghrib dan isya’ agar murid ini tak lagi menghadiri majelis gurunya.
Si murid ini sudah tak lagi menghadiri majelis gurunya. Lalu Gurunya menanyakan kenapa ia tak hadir majelis.
_“Mengapa engkau tak menghadiri majelisku lagi?”_ Tanya gurunya..
Muridnya Menjawab: _“Maaf guru aku berhalangan, aku akan menghadri majelis guru di lain waktu saja, yang penting jangan waktu bada maghrib sampai isya."
Dengan Bashirohnya guru melihat lalu bertanya.
_“Apa alasanmu tak bisa menghadiri majelisku lagi?”_ Tanya gurunya..
_“Ini rahasia guru, aku sudah berjanji untuk tidak menceritakannya kepada siapapun.”_ Kata si murid..
_“Aku ini gurumu, ceritakanlah kepadaku.”_
Maka si murid bercerita: _“Setiap waktu antara maghrib dan isya’, aku diajak malaikat ke surga.”&
Gurunya adalah seorang mursyid yang dapat mengetahui keadaan batin muridnya, ia mengetahui bahwa iblis telah menipu anak didiknya dan yang mengajaknya itu bukanlah malaikat, tetapi Iblis.
*Akhlak para mursyid dimanapun tempat berprinsip bahwa murid itu dibimbing dengan pengalaman hidupnya. Bukan oleh kata-kata gurunya. Maka biasanya sang guru diam sampai waktu yang telah ditentukan.*
Maka dari itu gurunya tidak langsung menceritakan ini kepada muridnya, sebab dikhawatirkan sang murid akan sakit hati atau membantahnya. Maka berkatalah gurunya :
_“Wahai muridku, jika malaikat itu mengajakmu ke surga lagi, maka janganlah engkau mau keluar dari surga, tinggallah engkau disana dan jangan mau keluar, surga itu tempat yg kekal abadi.”_
Berkata muridnya: _“Tetapi aku takut..”_
Gurunya berkata: _“Surga itu tempat kesenangan, bagaimana mungkin engkau ingin keluar lagi. Ia tidak akan mencelakakanmu. Yang kuinginkan engkau katakan kepadanya bahwa engkau ingin tetap disurga dan tak mau keluar lagi.”_
Lalu si murid pun menjalankan perintah gurunya itu. Maka datanglah iblis di waktu maghrib untuk membawa si murid ini ke suatu tempat yang katanya Surga. Ia memandang pepohonan yang sangat indah di surga dan lain sebagainya.
Waktu sudah tengah malam, sudah waktunya ia mesti kembali.
_“Mari kita pulang.”_ Kata iblis.
Murid itu menjawab: _“Tidak mau, aku ingin tetap di surga.”_
Iblis pun kaget dan membujuknya agar ia mau pulang. Tetapi si murid ini ngotot tidak mau, sehingga iblis pun meninggalkannya sendirian. Si murid tetap berada di surga palsu sampai tibalah waktu fajar. Lalu keindahan surga itu pun hilang lenyap.
Tiba-tiba si murid kaget, ternyata ia berada di atas tumpukan sampah-sampah diperkotaan. Ia menyadari telah tertipu oleh Iblis. Selama ini iblis membawanya ke tempat kotor dan menjijikan, agar ia kehilangan majelis ilmu yang agung, majelis ilmu yang dapat meningkatkan derajat di sisi Alloh SWT. Maka ia menemui gurunya itu sambil menundukkan kepala.
Gurunya berkata:
_“Engkau baru kembali dari surga? Aku tau iblis itu dengki denganmu karena engkau selalu menghadiri majlis ilmu serta mensucikan batinmu untuk mengetahui tentang Alloh SWT, dan ia (iblis) tidak ingin seorang pun mencapai puncak itu. Maka ia menipumu. Jika aku katakan padamu dari awal, engkau tidak akan percaya kepadaku, maka aku biarkan kamu agar melihat dengan mata kepalamu sendiri. Apakah kamu akan mempercayai lagi tipuan seperti ini? Ketahuilah…!! Majlis ilmu dan dzikir adalah surga yang sesungguhnya wahai murid ku...!!
Nabi SAW telah bersabda:
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا ، قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللّٰهِ وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ ؟ قَالَ: مَجَالِسُ الْعِلْمِ . (الطبرانى)
*Artinya:*
_“Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.”_ Para sahabat bertanya: _“Ya Rosululloh, apa yang dimaksud taman-taman Surga itu?”_ Nabi SAW menjawab: _“Majelis-majelis ilmu.”_ *(HR. Al-Thobroni)*
Lalu engkau mau duduk ke surga mana? Iblis membawamu dari surga sesungguhnya ke tempat sampah yang kotor, dan mengatakan bahwasanya itu surga yg sebenarnya. Ia ingin memutuskanmu dari kebaikan. Mengajakmu ke tempat yang hina."
Semoga hikmah ini bisa difahami… Wallohu a'lam…
==========
*SUMBER:*
==========
```Ceramah Habib Umar bin Hafidz, Tarim Yaman.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.21 BAB TENTANG HUKUM WADAH Ke-2
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.21*
===================
BAB TENTANG HUKUM WADAH Ke-2
أَمَّا إِنَاءُ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ إِذَا غُشِيَ بِنُحَاسٍ أَوْ نَحْوِهِ بِحَيْثُ سَتَرَهُ فَإِنَّهُ يَحِلُّ لِأَنَّ عِلَّةَ التَّحْرِيْمِ الْعَيْنُ مَعَ الْخُيَلَاءِ
Adapun wadah emas dan perak apabila telah ditutupi [seluruh bagian luar dan dalamnya] dengan tembaga atau [logam] semacamnya, dengan sekiranya hanya menutupi wadah tersebut, maka sesungguhnya wadah [yang telah tertutupi dengan tembaga dan semacamnya] itu halal [digunakan]. Karena bahwa alasan pengharaman adalah zatnya disertai kesombongan.
وَهُمَا مَوْجُوْدَانِ فِي الْأَوَّلِ دُوْنَ الثَّانِيْ هٰذَا فِي الْاِسْتِدَامَةِ
Sedangkan keduanya ada pada perkara yang pertama [emas], tidak ada pada perkara yang kedua [perak]. [Ketentuan] ini [berlaku] dalam kelanggengan [penyepuhan dan penambalan bersifat permanen].
أَمَّا فِعْلُ التَّمْوِيْهِ وَالْاِسْتِئْجَارِ لَهُ فَحَرَامٌ مُطْلَقًا حَتّٰى فِي الْكَعْبَةِ
Adapun perbuatan menyepuh dan menyewa tenaga untuk [memproduksi]-nya, maka diharamkan secara mutlak, sampai-sampai dalam [menyepuh] Ka'bah.
وَلَوْ فَتَحَ فَاهُ لِلْمَطَرِ النَّازِلِ مِنْ مِيْزَابِهَا لَمْ يَحْرُمْ وَإِنْ مَسَّهُ الْفَمُ عَلَى الْأَوْجَهِ لِأَنَّهُ لَا يُعَدُّ مُسْتَعْمِلًا لَهُ
Dan jikalau seseorang membuka mulutnya untuk [menadahi] air hujan yang turun dari talang Ka'bah [talang terbuat dari emas], maka tidak diharamkan, meskipun mulutnya bersentuhan dengan talang Ka'bah menurut pendapat _*al-aujah*_ ↱¹ [pendapat yang paling kuat], karena sesungguhnya ia tidak diperhitungkan/dianggap sebagai orang yang menggunakan talang Ka'bah itu.
وَتَحِلُّ حَلْقَةُ الْإِنَاءِ وَرَأْسُهُ وَسِلْسِلَتُهُ وَلَوْ مِنْ فِضَّةٍ لِانْفِصَالِهَا عَنْهُ مَعَ أَنَّهَا لَا تُسَمّٰى إِنَاءً
Dan dihalalkan ring lingkaran wadah, dan kepalanya [tutupnya] dan rantainya, walaupun [terbuat] dari perak, karena terpisahnya perkara tersebut dari wadahnya disertai bahwasanya perkara tersebut tidak dinamakan sebagai wadah.
وَلَا يُنَافِيْ هٰذَا قَوْلَهُمْ بِحِلِّ الْاِسْتِنْجَاءِ بِالنَّقْدِ لِأَنَّ مَحَلَّهُ فِيْ قَطْعَةٍ لَمْ تُطْبَعْ وَلَمْ تُهَيَّأْ لَهُ وَإِلَّا حَرُمَ الْاِسْتِنْجَاءُ بِهَا أَيْضًا
Dan tidak bertentangan pernyataan ini dengan ucapan mereka [para ulama] dengan dihalalkannya ber-istinja' dengan mata uang, ↱² karena bahwa letak dihalalkannya adalah pada potongan yang belum dicetak dan tidak disediakan untuk ber-istinja', dan jika tidak [demikian], maka diharamkan juga ber-istinja' dengan potongan mata uang tersebut.
وَخَرَجَ بِأَوَانِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ سَائِرُ الْأَوَانِيْ وَلَوْ مِنْ جَوَاهِرِ نَفِيْسَةٍ فَيَحِلُّ اِسْتِعْمَالُهَا لِأَنَّ الْفُقَرَاءَ يَجْهَلُوْنَهَا فَلَا تَنْكَسِرُ قُلُوْبُهُمْ بِرُؤْيَتِهَا
Dan terkecualikan dengan batasan wadah-wadah emas dan perak, [yaitu] seluruh wadah-wadah, meskipun [terbuat] dari berbagai permata yang berharga. Maka dihalalkan menggunakannya, karena orang-orang faqir tidak mengetahui permata-permata berharga tersebut, sehingga hati mereka tidak akan terlukai/tersakiti dengan melihatnya.
نَعَمْ يَحْرُمُ اِسْتِعْمَالُ الْإِنَاءِ النَّجِسِ فِيْ غَيْرِ جَافٍّ وَمَاءٍ كَثِيْرٍ لِأَنَّهُ يُنَجِّسُهُ.
Ya, diharamkan menggunakan wadah yang najis pada selain benda yang kering dan air yang banyak, karena sesungguhnya wadah yang najis itu dapat menajiskannya.
============
📋 *CATATAN:*
============
↱¹ ```Menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama’ pengikut mdazhab syafi’i dimana yang paling kuat disebut dengan al-aujah.```
↱² ```Masalah ini akan dibahas lebih lanjut pada bab istinja’.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.20 BAB TENTANG HUKUM WADAH Ke-1
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.20*
===================
█ *BAB TENTANG HUKUM WADAH* █
*(فَصْلٌ)* فِي الْأَوَانِيْ *(وَيَحْرُمُ)* عَلَى الْمُكَلَّفِ وَلَوْ أُنْثًى *(اِسْتِعْمَالُ أَوَانِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ)* فِي الطَّهَارَةِ وَغَيْرِهَا
*(Fasal)* mengenai berbagai wadah *(Dan haram)* bagi mukallaf, walaupun [mukallaf itu adalah] wanita *(menggunakan wadah-wadah [yang terbuat dari] emas dan perak)* dalam bersuci atau selainnya,
لِنَفْسِهِ أَوْ لِغَيْرِهِ وَلَوْ صَغِيْرًا كَسُقْيِهِ فِيْ مُسْعَطِ فِضَّةٍ
untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain, walaupun anak kecil, seperti memberinya minum pada wadah obat senggruk ↱¹ [yang terbuat] dari perak,
لِمَا صَحَّ مِنَ النَّهْيِ عَنِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيْهِمَا مَعَ اقْتِرَانِهِ بِالْوَعِيْدِ الشَّدِيْدِ
[hal ini] berdasarkan keterangan [hadits] yang shohih, berupa larangan dari makan dan minum dalam wadah yang terbuat dari emas dan perak, serta larangan tersebut dibarengi dengan ancaman yang sangat keras.
وَقِيْسَ بِهِمَا سَائِرُ وُجُوْهِ الْاِسْتِعْمَالِ
Dan dipersamakan [hukumnya] dengan keduanya [makan dan minum], seluruh cara-cara penggunaan wadah,
كَالإِحْتِوَاءِ عَلٰى مَجْمَرَةٍ وَشَمِّ رَائِحَتِهَا مِنْ قُرْبٍ بِحَيْثُ يَصِيْرُ عُرْفًا مُتَطَيِّبًا بِهَا
seperti melapisi tempat dupa [pedupaan] dan mencium baunya dari jarak dekat dengan sekiranya ia menjadi orang yang memakai wangi-wangian dengan dupa itu menurut penilaian umum.
*(إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ)* بِأَنْ لَمْ يَجِدْ غَيْرَهَا
*(kecuali karena darurat)* dengan seumpama ia tidak mendapati selain wadah-wadah tersebut.
*(وَ)* يَحْرُمُ *(اِتِّخَاذُهَا)* لِأَنَّهُ يَجُرُّ إِلَى اسْتِعْمَالِهَا الْمُحَرَّمِ كَآلَةِ اللَّهْوِ الْمُحَرَّمَةِ
*(Dan)* haram *(menyimpan wadah tersebut)*, karena sesungguhnya menyimpan wadah tersebut dapat menarik/menyeret kepada penggunaannya yang diharamkan, seperti [membuat] _*alat lahwi*_ ↱² [alat permainan atau hiburan] yang diharamkan.
*(وَلَوْ)* كَانَ الْمُسْتَعْمَلُ *(إِنَاءً صَغِيْرًا)* جِدًّا حَتّٰى سَاوٰى الضَّبَّةَ الْمُبَاحَةَ
*(walaupun)* keadaan wadah yang dipakai itu *(wadah yang kecil)* sekali, hingga wadah yang kecil itu menyamai tambalan yang diperbolehkan,
*(كَــ)* مِرْوَدٍ وَ *(مُكْحُلَةٍ)* وَخِلَالٍ لِعُمُوْمِ النَّهْيِ عَنِ الْإِنَاءِ
*(seperti)* pengoles celak mata dan *(botol [tempat] celak mata)* dan cukil gigi, hal ini berdasarkan keumuman larangan dari [menggunakan] wadah tersebut.
*(وَ)* يَحْرُمُ اِسْتِعْمَالُ *(مَا ضُبِّبَ بِالذَّهَبِ)* مُطْلَقًا
*(Dan)* diharamkan menggunakan *(benda yang ditambal dengan emas)* secara mutlak,
أَوْ طُلِيَتْ ضَبَّةٌ بِهِ بِحَيْثُ يَتَحَصَّلُ مِنْهُ شَيْءٌ بِالْعَرَضِ عَلَى النَّارِ
atau tambalan yang dilapisi/dioles dengan emas, dengan sekiranya akan dihasilkan darinya sesuatu [tetesan] dengan dibentangkan [dipanggang] di atas api,
وَإِنْ صَغُرَتِ الضَّبَّةُ وَكَانَتْ لِحَاجَةٍ لِأَنَّ الْخُيَلَاءَ فِيْهِ أَشَدُّ
meskipun tambalan tersebut kecil dan adanya penambalan itu karena hajat [kebutuhan], karena sesungguhnya kesombongan di dalam penambalan dengan emas itu sangat mencolok.
*(وَلَا يَحْرُمُ مَا ضُبِّبَ بِالْفِضَّةِ إِلَّا ضَبَّةً كَبِيْرَةً لِلزِّيْنَةِ)* وَحْدَهَا أَوْ مَعَ الْحَاجَةِ
*(Dan tidak diharamkan wadah-wadah yang ditambal dengan perak, kecuali dengan tambalan yang berukuran besar untuk tujuan berhias)* saja atau beserta adanya hajat [kebutuhan].
فَتَحْرُمُ لِمَا فِيْهَا مِنَ السَّرَفِ وَالْخُيَلَاءِ
Maka tambalan itu diharamkan karena ada sesuatu di dalamnya, berupa sikap berlebihan dan kesombongan.
بِخِلَافِ الصَّغِيْرَةِ لِزِيْنَةٍ وَالْكَبِيْرَةِ لِحَاجَةٍ وَالصَّغِيْرَةِ لِحَاجَةٍ
Berbeda halnya dengan tambalan yang berukuran kecil untuk tujuan berhias, dan tambalan yang berukuran besar karena hajat, dan tambalan berukuran kecil karena hajat,
فَإِنَّهَا تَحِلُّ وَإِنْ لَمَعَتْ مِنْ بُعْدٍ أَوْ كَانَتْ بِمَحَلِّ الشُّرْبِ أَوِ اسْتَوْعَبَتْ جُزْءًا مِنَ الْإِنَاءِ لِانْتِفَاءِ الْخُيَلَاءِ مَعَ الْكَرَاهَةِ فِي الْأَوَّلَيْنِ
maka sesungguhnya tambalan- tambalan itu dihalalkan [diperbolehkan], meskipun [terlihat] berkilau dari kejauhan, atau adanya penambalan itu pada tempat minum, atau tambalan itu merata pada satu bagian dari wadah, karena tidak adanya kesombongan disertai kemakruhan pada dua masalah yang pertama. ↱³
وَضَابِطُ الصِّغَرِ وَالْكِبَرِ الْعُرْفُ وَلَوْ شُكَّ فِي الْكِبَرِ فَالْأَصْلُ الْإِبَاحَةُ
Dan adapun batasan kecil dan besarnya [tambalan wadah] adalah [berdasarkan] penilaian umum. Dan jikalau ragu-ragu dalam hal [ukuran] besarnya [tambalan], maka hukum asalnya adalah diperbolehkan.
وَالْمُرَادُ بِالْحَاجَةِ الْغَرَضُ الْمُتَعَلِّقُ بِالتَّضْبِيْبِ سِوَى التَّزْيِيْنِ كَإِصْلَاحِ كَسْرٍ وَشَدٍّ وَتَوَثُّقٍ
Dan yang dimaksud dengan hajat [kebutuhan] di sini adalah tujuan yang berkaitan dengan penambalan wadah selain untuk menjadikan hiasan, seperti memperbaiki pecahan wadah, dan menguatkan dan mengikat erat.
*(وَيَحِلُّ)* الْإِنَاءُ *(الْمُمَوَّهُ بِهِمَا)* أَيْ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ *(إِذَا لَمْ يَحْصُلْ شَيْءٌ مِنْهُ بِالْعَرَضِ عَلَى النَّارِ)* وَإِلَّا حَرُمَ
*(Dan dihalalkan)* wadah *(yang disepuh dengan keduanya)*, yakni [disepuh dengan] emas dan perak, *(apabila tidak dihasilkan sesuatu [tetesan] dari proses penyepuhan itu dengan dibentangkan [dipanggang] di atas api)*. Dan jika tidak demikian, maka diharamkan.
===========
📋 *CATATAN:*
===========
↱¹ ```Obat senggruk adalah obat yang dimasukkan lewat hidung, contohnya adalah obat Vicks Inhaler.```
↱² ```Alat lahwi (jawa: alat lelahan) adalah alat yang digunakan untuk sarana kesenangan atau hiburan manusia yang dapat melalaikan diri dari mengingat Alloh.```
↱³ ```Dua masalah yang pertama itu adalah pada tambalan yang berukuran kecil untuk tujuan hiasan dan tambalan yang berukuran besar karena adanya hajat.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.19 ( IJTIHAD Ke-2)
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.19*
===================
فَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَنْ يُقَلِّدُهُ أَوِ اخْتَلَفَ عَلَيْهِ مُقَلَّدُوْهُ تَيَمَّمَ
lalu jika ia [orang buta] tidak menemukan orang yang akan diikutinya atau berbeda pendapat atasnya orang-orang yang akan diikutinya, maka ia [boleh] tayammum.
وَالْبَصِيْرُ لَا يُقَلِّدُ بَلْ يَتَيَمَّمُ
Dan orang yang melihat itu tidak boleh taqlid, tetapi ia [boleh] tayammum.
وَشَرْطُ صِحَّةِ التَّيَمُّمِ إِتْلَافُ الْمَاءَيْنِ لِأَنَّ أَحَدَهُمَا طَهُوْرٌ بِيَقِيْنٍ وَالتَّيَمُّمُ لَا يَصِحُّ مَعَ وُجُوْدِهِ
Dan syarat sahnya tayammum adalah merusak dua air [yang samar baginya], ↱¹ karena bahwa salah satu dari kedua air itu suci mensucikan dengan yakin, sedangkan tayammum tidak sah [dilakukan] beserta adanya air [suci mensucikan dengan yakin] tersebut.
رَابِعُهَا تَعَدُّدُ الْمُشْتَبِهِ وَبَقَاءُ الْمُشْتَبِهَيْنِ
➍ Syarat ijtihad yang *keempat* adalah berbilangnya [lebih dari satu] perkara yang samar dan masih tetapnya dua perkara yang samar.
فَلَا اجْتِهَادَ فِيْ وَاحِدٍ اِبْتِدَاءً وَلَا اِنْتِهَاءً
Maka tidak diperbolehkan ber-ijtihad dalam satu perkara pada permulaannya dan tidak pula pada akhirannya.
وَيَجِبُ عَلَيْهِ إِعَادَةُ الْإِجْتِهَادِ لِكُلِّ طُهْرٍ وَلَوْ مُجَدَّدًا وَإِنْ لَمْ يَكْفِهِ لِوُجُوْبِ اسْتِعْمَالِ النَّاقِصِ
Dan diwajibkan baginya mengulang kembali ijtihad-nya untuk setiap bersuci, walaupun bersucinya itu bersuci yang diperbaharui, dan meskipun [sisa air dalam bersuci yang pertama] itu tidak mencukupinya [untuk bersuci yang baru], karena wajibnya menggunakan air yang kurang [yakni, tidak mencukupi],
ثُمَّ إِنْ وَافَقَ اِجْتِهَادُهُ الْأَوَّلَ فَذَاكَ
kemudian jika ijtihad-nya [yang kedua] bertepatan dengan [ijtihad-nya] yang pertama, maka itu [jelas, tidak berbahaya].
وَإِلَّا أَتْلَفَهُمَا ثُمَّ تَيَمَّمَ
Dan jika tidak [bertepatan], maka ia merusak kedua air [yang samar baginya], kemudian ia ber-tayammum.
*(وَإِذَا أَخْبَرَهُ بِتَنَجُّسِهِ)* أَيْ أَحَدِ الْإِنَاءَيْنِ
*(Dan jika diberitahu dirinya tentang terkena najisnya)*, yakni salah satu dari dua wadah,
*(ثِقَّةٌ)* وَلَوْ عَدْلَ رِوَايَةٍ كَامْرَأَةٍ وَعَبْدٍ
*(oleh orang yang terpercaya)* walaupun ia adalah orang yang adil dalam ketentuan hukum meriwayatkan, seperti perempuan dan budak.
*(وَبَيَّنَ السَّبَبَ أَوْ أَطْلَقَ وَكَانَ فَقِيْهًا مُوَافِقًا)* لِلْمُخْبَرِ فِيْ بَابِ تَنَجُّسِ الْمِيَاهِ
*(dan orang tersebut menjelaskan sebab [terkena najisnya wadah itu] atau memutlakan [tidak menjelaskan sebabnya] namun keadaannya sebagai seorang ahli fiqih lagi yang bersesuaian)* dengan orang yang diberitahu berita dalam bab bisa terkena najisnya air.
*(اِعْتَمَدَهُ)* وُجُوْبًا
*(maka ia berpegang kepada [pendapat] orang terpercaya tersebut)* secara wajib.
بِخِلَافِ مَا إِذَا أَطْلَقَ وَهُوَ عَامِّيٌّ أَوْ مُخَالِفٌ فَلَا يَعْتَمِدُهُ
Berbeda halnya dengan masalah, apabila orang terpercaya itu memutlakkan [tidak menjelaskan sebabnya] sedang ia adalah orang awam, atau orang yang bertentangan [dengan orang yang diberitahu], maka ia tidak boleh berpegang kepadanya.
وَخَرَجَ بِالثِّقَّةِ الصَّبِيُّ وَالْمَجْنُوْنُ وَالْفَاسِقُ وَالْكَافِرُ فَلَا يُقْبَلُ خَبَرُهُمْ
Dan terkecualikan dengan batasan ats- _*Tsiqqoh*_ [orang yang terpercaya] yaitu: anak kecil, orang gila, orang fasiq, dan orang kafir, maka tidak diterima berita dari mereka,
إِلَّا إِنْ كَانَ مِنْ غَيْرِ الْمَجَانِيْنِ وَبَلَغَ عَدَدَ التَّوَاتُرِ
kecuali jika berita itu datang dari selain orang-orang gila [yakni: anak kecil, orang fasiq dan orang kafir], dan selain orang-orang gila itu telah sampai bilangan _*mutawātir*_ ↱² [berangkai, maka berita dari mereka diterima].
وَمَنْ يُخْبِرُ عَنْ فِعْلِ نَفْسِهِ فَهُوَ مَقْبُوْلٌ مُطْلَقًا.
Dan orang yang memberitakan tentang perbuatan dirinya sendiri, maka ia diterima [beritanya] secara mutlak.
=============
📋 *CATATAN:*
=============
↱¹ ```Meskipun keadaan merusak dua air itu dengan cara menuangkan salah satu air ke air yang lainnya.```
↱² ```Kabar mutawatir adalah kabar/berita yang diriwayatkan oleh sekumpulan orang yang menurut kebiasaan tidak mungkin bersepakat dalam kebohongan. Menurut Imam Syafi’i dan Qodhi Abu Bakar jumlah sekumpulan orang ini harus lebih dari 4 orang.```
TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.18 (IJTIHAD Ke -1)
Diposting oleh Ilmu Alam Bercak
📚 *TERJEMAH MINHAJUL QOWIM Bag.18*
===================
█ *IJTIHAD* █
*(فَصْلٌ فِي الْإِجْتِهَادِ)* وَهُوَ كَالتَّحَرِّيْ بَذْلُ الْمَجْهُوْدِ فِيْ تَحْصِيْلِ الْمَقْصُوْدِ
*(Fasal tentang ijtihad)* Dan Ijtihad itu seperti suatu penyelidikan, yaitu mencurahkan segenap kemampuan dalam rangka menghasilkan sesuatu yang dimaksud [dituju].
*(إِذَا اشْتَبَهَ عَلَيْهِ طَاهِرٌ)* مِنْ مَاءٍ أَوْ تُرَابٍ أَوْ غَيْرِهِمَا *(بِمُتَنَجِّسٍ)* أَوْ طَهُوْرٍ بِمُسْتَعْمَلٍ
*(Apabila samar [tidak jelas] atas seseorang, suatu perkara yang suci)*, berupa air atau debu atau selainnya *(dengan perkara yang terkena najis)*, atau perkara yang suci mensucikan [samar atas dirinya] dengan perkara yang musta'mal [telah digunakan].
*(اِجْتَهَدَ)* وُجُوْبًا إِنْ ضَاقَ الْوَقْتُ وَلَمْ يَجِدْ غَيْرَ ذٰلِكَ الْمَاءِ أَوِ التُّرَابِ أَوْ اِضْطَرَّ إِلٰى تَنَاوُلِ الْمُتَنَجِّسِ وَجَوَازًا فِيْمَا عَدَا ذٰلِكَ
*(maka ia ber-ijtihad)* secara wajib jika waktu [sholat] telah sempit dan ia tidak menemukan selain air atau debu [yang samar baginya] tersebut, atau ia sangat butuh untuk mengkonsumsi perkara yang terkena najis. Dan [ia ber-ijtihad] secara jawaz [tidak wajib] pada selain kasus tersebut.
*(وَتَطَهَّرَ بِمَا ظَنَّ طَهَارَتَهُ)* وَاسْتَعْمَلَهُ لِأَنَّ التَّطَهُّرَ شَرْطٌ مِنِ شُرُوْطِ الصَّلَاةِ وَحِلِّ التَّنَاوُلِ وَالْإِسْتِعْمَالِ
*(Dan ia bersuci dengan perkara yang ia menduga kuat akan kesuciannya)* dan ia menggunakannya, karena sesungguhnya suci adalah satu syarat dari berbagai syarat [sahnya] sholat dan [syarat bagi] halalnya mengkonsumsi dan menggunakan.
وَالتَّوَصُّلُ إِلٰى ذٰلِكَ مُمْكِنٌ بِالْإِجْتِهَادِ
Dan upaya menjangkau kepada kesucian itu adalah hal yang mungkin [bisa terlaksana] dengan cara ber-ijtihad.
فَوَجَبَ عِنْدَ الْإِشْتِبَاهِ إِنْ تَعَيَّنَ طَرِيْقًا كَمَا مَرَّ
Maka diwajibkan ber-ijtihad ketika terjadi kesamaran, jika ijtihad menjadi tertentu [terpastikan] sebagai jalan [keluar], sebagaimana penjelasan yang telah berlalu.
وَلِلْإِجْتِهَادِ شُرُوْطٌ أَرْبَعَةٌ أَحَدُهَا أَنْ يَكُوْنَ لِكُلٍّ مِنَ الْمُشْتَبِهَيْنِ أَصْلٌ فِي التَّطْهِيْرِ وَالْحِلِّ
Dan untuk ber-ijtihad terdapat empat syarat: ➊ Syarat ijtihad yang *pertama* adalah hendaknya bagi masing-masing dari dua perkara yang samar itu memiliki hukum asal dalam hal suci mensucikannya dan kehalalan [mengkonsumsi serta menggunakannya].
فَلَوْ اِشْتَبَهَ مَاءٌ بِمَاءِ وَرْدٍ أَوْ طَاهِرٌ بِنَجِسِ الْعَيْنِ فَلَا اجْتِهَادَ
Maka jikalau samar air dengan air mawar, atau perkara suci dengan perkara yang najis zatnya, maka tidak diperbolehkan ber-ijtihad.
بَلْ يَتَوَضَّأُ بِالْمَاءِ وَمَاءِ الْوَرْدِ بِكُلٍّ مَرَّةً
Akan tetapi ia berwudhu dengan air dan air mawar, dengan masing-masingnya satu kali.
ثَانِيْهَا أَنْ يَكُوْنَ لِلْعَلَامَةِ فِيْهِ مَجَالٌ
➋ Syarat ijtihad yang *kedua* adalah hendaknya ada ruang [kemungkinan atau kesempatan] bagi indikasi [yang akan dianalisa] dalam ijtihad.
فَلَا يَجُوْزُ الْإِجْتِهَادُ إِلَّا بِعَلَامَةٍ كَالتَّغَيُّرِ أَحَدِ الْإِنَاءَيْنِ وَنَقْصِهِ وَاضْطِرَابِهِ وَقُرْبِ نَحْوِ كَلْبٍ أَوْ رَشَاشٍ مِنْهُ لِإِفَادَةِ غَلَبَةِ الظَّنِّ حِيْنَئِذٍ
Maka tidak diperbolehkan ber-ijtihad kecuali dengan [adanya] indikasi, seperti berubahnya salah satu dari dua wadah, dan berkurang salah satunya, dan rusak salah satunya, dan dekatnya seumpama anjing atau percikan air dari salah satunya, karena memberi faidah unggulnya dugaan pada saat itu.
بِخِلَافِ مَا إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَجَالٌ كَمَا لَوِ اخْتَلَطَتْ مَحْرَمُهُ بِنِسْوَةٍ
Berbeda dengan kasus, jika tidak ada ruang [kemungkinan atau kesempatan] dalam ijtihad, seperti keadaan bercampur baurnya wanita mahrom-nya [seorang laki-laki] dengan para wanita.
ثَالِثُهَا ظُهُوْرُ الْعَلَامَةِ فَإِنْ لَمْ تَظْهَرْ لَمْ يُعْمَلْ بِهِ سَوَاءٌ الْأَعْمٰى وَالْبَصِيْرُ
➌ Syarat ijtihad yang *ketiga* adalah munculnya indikasi. Maka jika tidak muncul, maka tidak boleh diamalkan [hasil] ijtihad-nya, sama saja [yang ber-ijtihad itu] orang buta atau orang yang bisa melihat.
وَلَا يُشْتَرَطُ فِيْ إِدْرَاكِهَا الْبَصَرُ
Dan tidak disyaratkan [bisa] melihat dalam mendapati indikasi tersebut.
بَلْ يَتَحَرّٰى مَنْ وَقَعَ لَهُ الْإِشْتِبَاهُ *(وَلَوْ)* كَانَ *(أَعْمٰى)*
Akan tetapi orang yang mengalami kesamaran tersebut [hendaknya] melakukan penelitian, *(walaupun)* keadaannya adalah *(orang yang buta)*,
فَإِنَّ لَهُ طَرِيْقًا فِي التَّوَصُّلِ إِلٰى الْمَقْصُوْدِ كَسِمَاعِ صَوْتٍ وَنَقْصِ مَاءٍ وَإِعْوِجَاجِ الْإِنَاءِ وَاضْطِرَابِ غِطَائِهِ
karena sesungguhnya bagi orang buta memiliki cara dalam menjangkau kepada tujuannya, seperti mendengarkan suara, dan berkurangnya air, dan bengkoknya wadah, dan rusaknya tutup wadah tersebut,
فَإِنْ لَمْ يَظْهَرْ لَهُ شَيْءٌ قَلَّدَ
lalu jika tidak nampak baginya sesuatupun, maka ia [boleh] _*taqlid*_ [mengikuti petunjuk/pendapat orang lain].